Text
Fenomena Perjodohan Anak Perspektif Hukum Progrosif dan Undang-undang Nomor 12 Tindak Pidana Kekerasan Seksual (di Desa Bancelok Kecamatan Jrengik Kabupaten Sampang)
Kata Kunci: Perjodohan Anak, Hukum Progresif, UU No.12 TPKS
Penelitian ini berlatar belakang pada tradisi perjodohan dini. Telah
diketahui bersama bahwa di Desa Bancelok sudah biasa terhadap tradisi perjodohan
dini yang dilakukan antar orang tua untuk melaksanakan perjodohan pada anaknya,
tanpa ada persetujuan terlebih dahulu dari pihak anak, mayoritas perjodohan dini
terjadi terhadap anak perempuan. sehingga banyak anak perempuan yang tidak
melanjuti sekolahnya. Orang tua memaksa menjodohkan anaknya dengan
berlandasan adat istiadat yang sudah ada sejak jaman nenek moyang. Oleh sebab
itu, orang tua merasa yakin bisa memilih calon untuk anaknya demi masa depannya.
Dalam penelitian ini terdapat fokus penelitian yaitu: 1) Bagaimana proses
perjodohan anak di Desa Bancelok Kecamatan Jrengik Kabupaten Sampang? 2)
Bagaimana perjodohan anak perspektif hukum progresif dan Undang-undang
Tindak Pidana Kekerasan Seksual?. Penelitian ini tergolong ke dalam jenis
penelitian hukum empiris kualitatif dengan pendekatan yang digunakan adalah
pendekatan studi kasus (Case Study). Sumber data penelitian yang digunakan
adalah sumber data primer dan sekunder. Prosedur pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara semistruktur, observasi non
partisipan, dan dokumentasi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 1) Masyarakat Desa Bancelok
sudah terbiasa dengan perjodohan anak, mayoritas perempuan, Perjodohan terjadi
kepada anak dibawah umur 19 tahun, dan mengubah KK untuk nambah umur agar
bisa membuat KTP, anak terpaksa menerima perjodohan karna bentuk patuh
terhadap orang tua, orang tua menjodohkan anaknya karna unsur kekerabatan dan
harta yang tidak ingin jatuh ke tangan keluarga lain, juga tidak ingin anaknya
sangkal, beberapa diantaranya rentan waktu tertentu dalam adanya keharmonisan
dan keromantisan rumah tangga. 2) fenomena perjodohan anak menimbulkan
adanya ketidak adilan terhadap hak anak, dalam hal ini sangat bertolak belakang
dengan hukum progresif, dimana hukum progresif disini hukum yang mencari
keadilan dan kebenaran atau semua orang sama dimata hukum. Juga dalam
Undang-Undang TPKS menjelaskan bahwa jika terjadi pemaksaan perkawinan,
maka diancam pidana penjara paling lama 9 tahun dan atau pidana denda paling
banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) pada pasal 10 ayat 1 UU TPKS
Tidak tersedia versi lain