Text
PERJANJIAN DIBAWAH TANGAN PADA SEWA RUMAH PERSPEKTIF HUKUM EKONOMI SYARI'AH DI KELURAHAAN BUGIH KABUPATEN PAMEKASAN
Perjanjian di bawah tangan masih banyak dilakuakan oleh masyarakat, karena
ketidak cakapan masyarakat terhadap hukum yang berlaku saat ini. Yang membuat
masyarakat melakukan perjanjian, kontrak ataupun sewa-menyewa tanpa adanya
dampingan hukum atau orang yang cakap hukum untuk mendampingi. Dari hal itu,
banyak terjadi wanprestasi yang merugikan salah satu pihak yang membuat perjanjian
atapun akad.
Dari pengalaman masyarakat masih banyak sekali orang yang diawal menyewa
kontrakan atau rumah menggunakan akad ijarah muntahiya bin at-tamlik, akan tetapi
mereka hanya berjanji atau berakat diawal dengan menggunakan lisan tanpa adanya
saksi dan tanda bukti. Yang dapat mengakibatkan tidak adanya penguat janji itu
sendiri, dan dikala terjadi wanpertasi pihak penyewa tidak akan mengadapatkan
keadilan di depan hukum karna tidak ada bukti ataupun saksi yang membenarkan
adanya perjanjian atau akat sebelumnya, si penyewa ini menyewa dan akan membeli
rumah yang telah dia sewaa diakhir batas penyewaan selesai.Seperti halnya yang terjadi di Kelurahan Bugih Kecamatan Pamekasan
Kabupaten Pamekasan, ada sebuah perjanjian sewa rumah yang dimana si penyewa
ingin menyewa rumah dalam jangka waktu 1tahun, dan setelah batas sewa telah
habis, si penyewa berniat ingin membeli rumah yang dia sewa kepada ibu Fatimah,
dan ibu Fatimah pun menyetujui perjanjian tersebut. Setelah 10 bulan berlalu si
penyewa rumah mendengar bahwa rumah yang dia sewa dan akan dia beli sudah
disewakan kepada orang lain oleh ibu Fatimah, mendengar hal itu si penyewa
menghampiri ibu Fatimah untuk menanyakan perihal yang dia dengar. Dan setelah
itu ibu Fatimah menjawab benar bahwa rumah yang dia sewa akan disewakan
kembali dan ibu Fatimah membatalkan perjanjian dengan sepihak. Bahwa rumahnya
tidak akan dia jual melainkan hanya di persewakan. Padahal penyewa sudah
memperbaiki rumah tersebut dan merenofnya ulang, karena dia beranggapan rumah
yang dia sewa akan dia miliki. Dengan adanya peristiwa itu pak hasib (penyewa)
merasa dirugikan dan di tipu, tetapi pak hasib (pemyewa) tidak dapat berbuat apa-apa
selain pasrah karena tidak ad bukti ataupun aksi apapun yang dapat membatu untuk
mebelanya. Sedangkan dalam hukum perjanjian haruslah ada saksi ataupun bukti agar
kedua belah pihak tidak ada yang rugi jika dikemudian hari ada kesalahan ataupun
pelanggaran.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dengan prosedur pengumpulan
data menggunakan wawancara, observasi dan dokumentasi. Informan dalam
penelitian ini adalah masyarakat yang mengalami permasalahan seperti wanprestasi
atas transaksi yang mereka lakukan.
Tidak tersedia versi lain