Text
Pandangan Kiai Pamekasan Tentang Penyelesaian Upaya Fasakh Oleh Isteri dari Pernikahan Bawah Tangan
ABSTRAK
Nama: Febriyana Hidayati. Judul: Pandangan Kiai Pamekasan Tentang Penyelesaian Upaya Fasakh Oleh Isteri dari Pernikahan Bawah Tangan Skripsi. Pembimbing: Moh. Zahid, M. Ag. Tahun: 2011.
Kata Kunci: Kiai, Fasakh, Pernikahan Bawah Tangan.
Salah satu pasal dalam Kompilasi hukum Islam menjelaskan bahwa putusnya perkawinan dapat terjadi karena gugatan perceraian dari isteri. Disebutkan dalam Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, bahwa upaya cerai gugat (fasakh), oleh istri hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama. Kemudian bagaimana pandangan dan solusi menurut kiai-kiai bagi istri yang ingin menggugat fasakh atas suaminya, sedangkan pernikahannya adalah bawah tangan. Penelitian ini membahas antara lain 1). Bagaimana pendangan kiai di Pamekasan tentang ketentuan fasakh dalam hukum Islam, 2) Pandangan mereka tentang siapa sebenarnya yang berwenang menyelasaikan perkara tersebut. dan 3) bagaimana penyelesaian persoalan tersebut menurut hukum positif.
Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan fenomenologis yang berorientasi untuk memahami dan menggali sebuah fenomena sosial berdasarkan kenyataan di lapangan. Sedangkan datanya dikumpulkan melalui wawancara. Kemudian data tersebut dianalisis dengan menggunakan analisis data deskriptif melalui beberapa tahapan yang telah ditentukan, yakni mereduksi, mengklasifikasi dan selanjutnya diinterpretasikan dengan cara menjelaskan secara deskriptif sebagai kesimpulan dari pandangan kiai Pamekasan terhadap penyelesaian upaya fasakh oleh istri yang pernikahannya di bawah tangan.
Adapun hasil penelitian ini menunjukkan bahwa para kiai sepakat tentang kebolehan upaya fasakh dari pihak istri dengan ketentuan-ketentuan sebagaimana merujuk kepada kitab fiqih salaf. Selain itu ada dua perbedaan pendangan kiai dalam melihat dan memberikan solusi bagi upaya fasakh, yaitu pertama, kiai-kiai yang setuju dengan pernikahan bawah tangan memberikan solusi bagi isteri dari pernikahan bawah tangan yang mau fasakh dengan mentahkim (menyerahkan kehakiman) kepada seseorang yang memang dianggap mampu. Kedua, bagi kiai yang tidak sepakat dengan pernikahan bawah tangan tetap tidak setuju apabila upaya fasakh tersebut diselesaikan secara bawah tangan pula. Kedua pendangan kiai tersebut menunjukkan sebagian kiai ternyata sudah mengarah kepada aturan dalam KHI pasal 7 KHI menjelaskan bahwa diperkenankannya itsbat nikah dalam rangka penyelesaian proses perceraian.
Berdasar hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa rumitnya penyelesaian fasakh dari perkawinan bawah tangan, termasuk dalam penyelesaiannya yang secara bawah tangan, yang mana argument kiai yang sepakat mentahkim ternyata masih berbeda tentang ketentuan-ketentuan mentahkim, sehingga masih perlu dikaji lebih lanjut. Dan karena itu, maka hendaknya bagi pihak-pihak yang mengalami atau yang belum, sebaiknya menyelesaikan masalah tersebut secara resmi, yaitu dengan itsbat nikah sesuai KHI dalam pasal 7
Tidak tersedia versi lain