Text
Prespektif Gender dan Keadilan Perkawinan Paksa Berdasarkan UndangUndang No 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual
Kata Kunci: Perkawinan Paksa, Prespektif Gender, dan Tindak Pidana Kekerasan Seksual
Penelitian ini Dilatar belakangi oleh adanya pasal 4 Ayat (1) Undang-Undang
Tindak Pidana Kekerasan Seksual No 12Tahun 2022 tentang Perkawinan Paksa yang
akan di analisis prespektif gender dan keadilan dalam berbagai konsep termasuk konsep
wali mujbir sehingga memberikan pemahaman terhadap praktek kawin paksa yang ada di
indonesia,Perkawinan paksa memiliki suatu konsekuensi dan kausalitas yang timbul
akibat paksaan perkawinan. Rata – rata korban perkawinan paksa lebih banyak terjadi
terhadap kaum wanita yang sering terdeskriminasi dalam berbagaihal seperti halnya
disahkannya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan. Dan di analisis
dalam diskriminasi terhadap kaum perempuan. UU No 7 Tahun 1984, merupakan
ratifikasi terhadap Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against
Women, yang biasa di singkat dengan CEDAW.
Fokus penelitian ini peneliti berusaha menjawab pertanyaan. yaitu: (1)Bagaimana
Analisis Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual terhadap Perkawinan Paksa?
(2) Bagaimana Analisis Perkawinan Paksa dalam Prespektif Gender dan Keadilan?.
Untuk melakukan analisa dalam Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif,
adapun tekhnik pengumpulan datanya melalui library research, dan Studi dokomen.
Dari hasil penelitian yang di peroleh peneliti, Pertama di dalam asas-asas
perkawinan, bertujuan untuk mencapai harkat keluarga yang sakinah, mawaddah dan
rahamah, diantara asas-asas tersebut adalah, asas kesukarelaan, persetujuan, kebebasan,
kemitraan suami-isteri, untuk selamanya, kebolehan atau mubah, kemaslahatan hidup,
menolak mudharat dan mengambil kemaslahatan, kepastian hukum, personalitas dan
keislaman, dan asas monogami terbuka,Pemaksaan perkawinan adalah jenis kekerasan
seksual karena pemaksaan hubungan seksual menjadi bagian tidak terpisahkan dari
perkawinan yang tidak diinginkan oleh perempuan tersebut. Termasuk di dalamnya
perkawinan usia. Kedua Perempuan sering mengalami berbagai bentuk diskriminasi dan
kekerasan dalam kehidupannya, baik dil ingkungan rumahntangga maupun keluarganya.
Hal ini telah berlangsung sepanjang sejarah kehidupan manusia, Praktek-praktek seperti
yang tersebut diatas dapat dikategorikan sebagai salah satu diskriminasi dan ketimpangan
gender, karena perempuan harus mengikuti aturan orangtua atau adat yang sudah menjadi
tradisi. Perlakuan inilah yang kemudian dalam kenyataannya, telah melahirkan hubungan
dan peran gender. yang tidak berkeadilan (CEDAW) tahun 1984 tentang kesetaraan dalam
perkawinan dan hubungan keluarga dalam pasal 16 ayat 1 berbunyi bahwa “Negaranegara pihak harus mengambil semua langkah tindak yang tepat untuk menghapus
diskriminasi terhadap perempuan dalam segala hal yang berkaitan dengan perkawinan
dan hubungan dalam keluarga dan khususnya harus menjamin berdasarkan kesetaraan
antara laki-laki dan perempuan.
Tidak tersedia versi lain