Text
Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sistem Pengupahan Tukang Pijat Tradisional( Studi Kasus di Desa Larangan Perreng, Kecamatan Pragaan, Kabupaten Sumenep
Kata Kunci : Transaksi, Pengupahan, Praktek Tukang Pijat
Praktek pijat tradisional termasuk dalam sektor jasa. Dalam yurisprudensi
Islam, amalan ini disebut dengan ijarah. Aturan fiqih terkait ijarah mengatur bahwa
gaji harus “taradin dengan kontrak yang jelas”. Pada saat yang sama, penulis
mencatat bahwa pelaksanaan kompensasi layanan pijat terkesan kabur (unclear) dari
sudut pandang kontrak. Berdasarkan observasi awal peneliti di Desa Larangan
Perreng, Kecamatan Pragaaan , Kabupaten Sumenep, kontrak tidak dibuat secara
lisan secara jelas, terutama terkait dengan remunerasi, baik dalam jumlah maupun
bentuk. Menghadapi permasalahan di atas, penulis ingin menelitinya secara baku
dalam bentuk skripsi dengan judul:
Kajian Hukum Islam Terhadap Sistem Gaji Tukang Pijat di Desa Larangan
Perreng, Kecamatan Pragaaan , Kabupaten Sumenep. Tujuan penelitian ini sesuai
dengan rumusan masalah adalah:
1. Menjelaskan pelaksanaan pembayaran jasa pijat di Desa Desa Larangan Perreng,
Kecamatan Pragaaan , Kabupaten Sumenep menurut syariat Islam.
2. Mengetahui cara pembayaran tukang pijat di Desa Larangan Perreng, Kecamatan
Pragaaan , Kabupaten Sumenep.
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan. Pengumpulan data
menggunakan teknik wawancara, pencatatan dan observasi, setelah itu data dianalisis
dengan pendekatan induktif. Artinya, membayar pijat dianggap wajar (standar ijarah).
Penelitian ini untuk pertama kalinya menyimpulkan bahwa akad gaji tukang pijat di
Desa Larangan Perreng Kecamatan Pragaaan Kabupaten Sumenep menggunakan
ijarah dan secara turun temurun dilakukan secara turun temurun, namun sistem pijat
tradisional juga merupakan bagian dari kearifan lokal. Artinya tradisi pijat tradisional
tidak hanya didasarkan pada alasan ekonomi saja, namun juga mengandung aspek
ta’awun (gotong royong). Dalam bahasa al-fiqh hal ini dapat dibenarkan dengan
kaidah al-'adah muhakkamah. Dan dari sudut pandang hukum Islam, praktek pijat
“boleh/boleh”. Kedua, adanya perbedaan bentuk upah di tempat-tempat tersebut,
seperti bentuk barang dan uang. Imbalan dalam bentuk upahnya juga bervariasi:
beras, gula dan tembakau. Nominal gajinya juga bervariasi (berkisar antara Rp40.000
hingga Rp55.000).
Pada prakteknya kebanyakan ahli hukum yang merupakan tokoh masyarakat
memperbolehkan akan adanya kelestarian pengobatan secara alami, dengan alasan
tidak ada rasa yang bisa menimbulkan nafsu atau yang bersifat ingin mencelakai
orang lain dan pengobatannya bertujuan semata-mata mau menyembuhkan penyakit
dari pasien yang hendak berobat kepadanya
Tidak tersedia versi lain