Text
Analisis Fatwa DSN MUI Nomor 25 Tahun 2002 Tentang Rahn Dalam Praktik Gadai Tanah Percaton Di Desa Jarin Kecamatan Pademawu Kabupaten Pamekasan
Kata kunci: Gadai, Tanah Percaton, Fatwa DSN-MUI
Gadai merupakan suatu perjanjian atau akad dalam bermu’amalah yang
dilakukan oleh dua belah pihak dalam bentuk hutang piutang dengan menyerahkan
suatu barang sebagai jaminan atas hutang. Dalam akad gadai terdapat empat rukun
yang harus di penuhi yakni; rahin (penggadai), murtahin (penerima gadai), marhun
(barang gadai), serta marhun bih (utang). Akad gadai dianyatakan sah apabila telah
memenuhi rukun dan syarat sahnya gadai seperti marhun (barang gadai) milik
penuh rahin (penggadai). Namun, berbeda dengan praktik gadai yang terjadi di
Desa jarin dimana, terjadi praktik gadai tanah percaton yang dilakukan oleh salah
satu aparatur desa, maka dari itu peneliti tertarik untuk meneliti ini dan menyusun
ke dalam skripsi ini.
Fokus penelitian ini adalah Bagaimana Praktik Gadai Tanah Percaton di
Desa Jarin Kecamatan Pademawu Kabupaten Pamekasan, serta Bagaimana
Persepktif Fatwa DSN-MUI Terhadap Praktik Gadai Tanah Percaton di Desa Jarin
Kecamatan Pademawu Kabupaten Pamekasan.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan empiris kualitatif,
yaitu peneliti yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang terjadi
dan dialami oleh subjek penelitian. Jenis penelitian yang peneliti ambil yakni
penelitian lapangan (field research). Tentunya peneliti mendekatkan diriterhadap
subjek diteliti serta menyesuaikan diri dan lebih peka terhadap pengaruh berbagai
fenomena yang terjadi di Desa Jarin Kecamatan Pademawu Kabupaten Pamekasan.
Hasil penelitian mengenai Praktik gadai tanah percaton di Desa Jarin yaitu;
praktik gadai tanah percaton di Desa Jarin sudah lazim dilakukan karena ada
beberapa faktor yakni diataranya faktor keterpaksaan karena adanya kebutuhan
pribadi yang mendesak dan hasil dari gadai tanah percaton tersebut diambil pribadi
tidak dimasukkan kepada kas. Sedangkan objek yang digadaikan bisa diambil
manfaatnya untuk membantu dan sebagai pemasukan desa, dan dalam Permendagri
tanah kas desa tidak boleh digadaikan untuk kepentingan pribadi. Praktik gadai
tanah percaton di Desa Jarin juga tidak sesuai dengan Fatwa DSN-MUI yang mana
dalam Fatwa DSN-MUI dijelaskan bahwa dimana marhun atau barang yang
digunakan sebagai jaminan bisa dijual paksa/dilelang apabila jatuh tempo terkait
pembayaran dari rahin tidak terpenuhi, akan tetapi di praktik gadai tanah percaton
ini tidak bisa dijual paksa/dilelang meskipun jatuh tempo dikarenakan marhun atau
barang yang digunakan sebagai jaminan itu bukan milik hak penuh di pemberi gadai
atau rahin. Dan juga adanya gharar yang menimbulkan kemudhratan dan adanya
pihak-pihak yang dirugikan
Tidak tersedia versi lain