Text
Studi Komperatif Hukum Positif dan Fikih Islam Tentang Kawin Cerai Buruh Migran di Desa DempoBarat Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan
Kata Kunci: Hukum Positif, Fiqih Islam, Kawin Cerai, Buruh Migran
Perkawinan yang dalam istilah agama disebut “Nikah” ialah melakukan suatu akad
atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang laki-laki dan wanita untuk
menghalalkan hubungan kelamin antara kedua belah pihak untuk mewujudkan
suatu hidup berkeluarga yang diliputi rasa kasih sayang dan ketentraman
(mawaddah wa rahmah) dengan cara-cara yang diridhai oleh Allah SWT.
Dalam penelitian ini terdapat dua fokus penelitian, yakni: 1) Bagaimana praktik
kawin cerai buruh migran di desa Dempo Barat Pasean Pamekasan? 2) Bagaimana
perbandingan kawin cerai buruh migran perspektif hukum positif dan fikih Islam?
Penelitian ini tergolong dalam jenis penelitian hukum normatif, dengan metode
pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan kualitatif.
Hasil dari penelian ini menunjukan bahwa pertama, Praktik kawin cerai di Desa
Dempo dilakukan ketika pekerja migran sudah berada di luar negeri atau tempat
mereka bekerja. Pekerja migran melakukan pernikahan di tempat mereka bekerja
yang dihadiri oleh calon mempelai wanita nya, seseorang yang dianggap bisa
menikahkan, kerabat yang juga bekerja disana untuk menjadi wali mempelai wanita
dan dua orang saksi untuk menjadi saksi pernikahan mereka. Mahar nya adalah
seperangkat alat shalat saja. Dengan begitu pernikahan mereka dianggap sah dan
resmi menjadi suami istri.
Kedua, Berdasarkan deskripsi kajian tentang perspektif Fiqh Islam dan hukum
positif dalam memandang kawin cerai seperti yang terjadi pada buruh migran di
Desa Dempo dapat peneliti paparkan bahwa dalam Fiqh Islam, pernikahan yang
dilakukan oleh buruh migran di pandang sebagai pernikahan sirri sebab dilakukan
secara diam-diam dan dirahasiakan dari istri pertama. Hukum pernikahan sirri
sendiri dalam Fiqh Islam hukumnya adalah boleh asalkan syarat dan rukun
pernikahan tetap terpenuhi. Mengenai poligami baik menurut fikih Islam maupun
hukum positif, yang mana menurut fikih Islam poligami atau seorang pria menikahi
lebih dari satu orang wanita itu boleh, karena dalam islam batas seorang laki-laki
menikahi wanita lebih dari satu yaitu empat, akan tetapi pernyataan tersebut bukan
lantas memberikan kenyaman terhadap seorang laki-laki untuk menikahi lebih dari
seorang wanita, karena pada dasarnya seorang laki-laki diidzinkan untuk menikah
melebihi dari seorang wanita jika dirinya bertanggung jawab serta adil lahir maupun
batin pada sitri-istri dan anak-anaknya
Tidak tersedia versi lain