Text
Wali Mujbir Sebagai Bias Gender Dalam Perkawinan Alumni Pondok Pesantren (Studi Kasus di Desa Bujur tengah Kec. Batumarmar)
Kata Kunci: Wali Mujbir, Gender, Perkawinan, Taat orang tua.
Wali mujbir dilakukan oleh wali dengan memaksakan
kehendaknya menggunakan hak ijbarnya kepada anak perempuannya,
karena pertimbangan orang tua. Faktor terjadinya wali mujbir. pertama,
pengetahuan wali yang diajarkan Pondok Pesantren (madzhab syafii).
Kedua, kekhawatiran orang tua terhadap keputusan anak perempuannya.
Ketiga kemauan dari anak perempuannya itu dengan alasan ta‟at dan
patuh terhadap perintah orang tua dan Kyai. Keempat, minimnya
keilmuan dan pengalaman baik wali atau anak perempuannya.
Adapun yang menjadi fokus penelitian pertama, bagaimana
terjadinya wali mujbir dalam perkawinan alumni pondok pesantren di
desa Bujur Tengah Kec. Batumarmar. Kedua, faktor apa saja yang
mempengaruhi maraknya perkawinan dengan wali mujbir di kalangan
alumni pondok pesantren di desa Bujur Tengah Kec. Batumarmar. ketiga,
bagaimana terjadinya wali mujbir dalam perkawinan alumni pondok
pesantren di desa Bujur Tengah Kec. Batumarma perspektif Gender.
Metode yang digunakan peneliti adalah penelitian empiris
kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Pengumpulan data diperoleh
melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi.
Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa
terjadinya wali mujbir dalam perkawinan alumni pondok pesantren di
desa Bujur Tengah dilakukan oleh wali dengan memaksakan
kehendaknya menggunakan hak Ijbarnya kepada anak perempuannya, dan
menganggap calon suami dari anak perempuannya sudah pantas, baik dari
tingkah laku dan akhlak nya untuk menjadi sosok suami dari anak
perempuannya., Wali mujbir terjadi karena faktor kekhawatiran orang tua
terhadap anak, kepercayaan wali terhadap ajaran kyai pesantren,
hubungan baik antar orang tua, dan minimnya pengetahuan dan
pengalaman masyarakat desa Bujur Tengah Kec. Batumarmar. Terjadinya
wali mujbir dalam perkawinan alumni Pondok Pesantren dengan
perspektif gender, yaitu orang tua atau wali yang mengawinkan anak
perempuannya dengan menggunakan hak ijbar yang dimilikinya tanpa
sepengetahuan dan seizin dari anak perempuan (mempelai wanita) bahkan
tanpa melalui perkenalan terlebih dahulu antara kedua calon mempelai
dengan memaksakan kehendaknya menggunakan hak Ijbarnya kepada
anak perempuannya, karena menganggap anak perempuannya belum
mampu untuk memlilih dan memutuskan calon suaminya. dan
kekhawatiran orang tua terhadap keputusan anak perempuannya dalam
menentukan calon suaminya
Tidak tersedia versi lain