Text
Nikah Beda Agama Perspektif Tāfsĭr Al-Mūnĭr Karya Wahbah az-Zuhaili dan Tafsir Al-Mĭsbāh Karya Quraish Shihab
Kata Kunci:
Nikah beda agama, Perspektif, dan Tafsir Al-Qur’an
Maksud dan tujuan dari terciptanya penelitian Nikah Beda agama, perbedan agama
memang menjadi suatu hal yang rentan terhadap munculnya masalah dan konflik dalam
kehidupan berumah tangga. Agama Islam melarang adanya pernikahan beda agama yang tidak
sesuai dengan syari’at-syari’at Islam yang telah ditentukan yang nantinya akan memicu ketidak
harmonisan dalam rumah tangga dan jika hal tersebut tetap diberlakukan secara bebas tanpa
adanya peringatan secara tegas maka hal tersebut akan dianggap sesuatu yang sudah biasa
terjadi dan dianggap sesuatu yang diperbolehkan. Dengan adanya penjelasan tersebut penulis
tertarik untuk meneliti bagaimana realitas yang terjadi dalam proses komunikasi interpersonal
pasangan suami istri beda agama. Berdasarkan hal tersebut dapat ditemukan pokok permasalan
dalam penulisan ini: pertama, Bagaimana penafsiran ayat-ayat nikah beda agama dalam tafsir
al-Munir dan tafsir al-Misbah? Kedua, apa perbedaan dan persamaan dari penafsiran tafsir alMunir dan tafsir al-Misbah terkait ayat-ayat nikah beda agama?
Dengan menggunakan metode muqarin serta pendektan tematik konseptual, yaitu
mencari persamaan dan perbedaan dari kedua tokoh tersebut serta meneliti konsep-konsep
tertentu yang secara eksplisit tidak disebutkan dalam al-Qur’an.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat 3 ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan nikah
beda agama. Pertama, surah al-Bāqārāh: 221, Kedua, surah al-Mā’ĭdāh: 5, dan yang Ketiga,
surah al-Mumtahanah:10. Dari ketiga ayat tersebut memberikan sketsa terkait nikah beda
agama, yaitu: menurut Wahbah al-Zuhaili dalam surah al-Baqarah:221 didalamnya melarang
secara tegas kaum muslim nikah dengan orang musyrik, kemudian dalam surah al-Maidah:5
ada pengecualian yaitu pernikahan kaum muslim dengan Ahlu al-kĭtāb yang hal tersebut
diperbolehkan, dan yang ketiga surah al-Mumtahanah:10 memberikan penjelasan boleh
menikahi kaum Musyrik apabila dia beriman. Sama halnya dengan Quraish Syihab dalam
penjelasan beliau hampir tidak ada perbedaan dalam menafsirkan ketiga ayat tersebut hanya
saja letak perbedaan diantara keduanya yang sangat signifikan yaitu dari segi hukum fiqh.
Tidak tersedia versi lain