Text
Metode Istinbat Hukum Imam Syāfi’ī dan Ibn Ḥazm serta Implementasinya dalam Perumusan Hukum Talak Tiga Sekaligus
Kata Kunci: Talak Tiga Sekaligus, Imam Syāfi’i dan Ibn Ḥazm
Agama Islam memberikan seorang suami hak prerogatif berupa tiga kali
kesempatan untuk menjatuhkan talak terhadap istrinya. Akan tetapi para ulama’
berselisih paham mengenai tiga talak yang dijatuhkan secara sekaligus. Ada yang
berpendapat bahwa talak tiga sekaligus itu jatuh satu, adapula yang berpendapat
bahwa talak tiga sekaligus itu jatuh tiga. Di antara ulama’ yang berpendapat
bahwa talak tiga sekaligus jatuh tiga adalah Imam Syāfi’ī dan Ibn Ḥazm. Hal ini
kemudian menarik minat penulis untuk meneliti pemikiran dua ulama’ tersebut
mengingat keduanya memiliki (background) latar belakang yang berbeda namun
mempunyai pendapat yang sama. Imam Syāfi’ī cenderung menggunakan
penalaran rasio, sementara Ibn Ḥazm menjunjung tinggi makna lahir dari suatu
nash.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1) Bagaimana metode
istinbat hukum Imam Syāfi’ī dan Ibn Ḥazm?. 2) Bagaimana implementasi metode
isitinbat hukum Imam Syāfi’ī dan Ibn Ḥazm dalam perumusan hukum talak tiga
sekaligus?. 3) Apa saja persamaan dan perbedaan Imam Syāfi’ī dan Ibn Ḥazm
terkait talak tiga sekaligus?. Penelitian ini merupakan penelitian normatif
kualitatif, jenis penelitiannya adalah penelitian pustaka (library research) serta
pendekatan yang digunakan adalah pendekatan komparatif (comparative
approach).
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) Metode istinbat hukum
Imam Syāfi’ī adalah menggunakan al-Qur’an, as-Sunnah, ijma’ serta qiyas.
Sementara Ibn Ḥazm menggunakan al-Qur’an, as-Sunnah, ijma’ sahabat, dan addalil. 2) Implementasi metode istinbat hukum Imam Syāfi’ī terhadap
permasalahan talak tiga sekaligus adalah ia hanya menggunakan as-Sunnah
sebagai itsbāt al-hukmi (penetapan hukum). Sedangkan Ibn Ḥazm konsisten
terhadap makna lahir dari nash al-Qur’an dan as-Sunnah. 3) Persamaan Imam
Syāfi’ī dan Ibn Ḥazm terkait talak tiga sekaligus adalah keduanya memiliki
kesamaan pendapat bahwa talak tersebut diperbolehkan, hukumnya ditetapkan
jatuh talak tiga serta sama-sama berlandaskan pada hadits Nabi Muhammad Saw
yang kala itu tidak melarang perbuatan seorang Sahabat ketika menjatuhkan tiga
talak secara sekaligus kepada istrinya di hadapan Rasulullah Saw. Sedangkan
perbedaannya terletak pada sumber hukum yang digunakan. Kalau Ibn Ḥazm
menggunakan al-Qur’an dan as-Sunnah, sementara Imam Syāfi’ī hanya
menggunakan as-Sunnah.
Tidak tersedia versi lain