Text
INDEPENDENSI KEKUASAAN KEHAKIMAN
Abstrak Informatif
Buku berjudul “INDEPENDENSI KEKUASAAN KEHAKIMAN: Bentuk-bentuk dan Relevansinya bagi penegak hukum dan Keadilan di Indonesia” ini Merupakan salah satu rujukan bagi pembaca khususnya bagi dosen dan mahasiswa Prodi hukum yang ingin menambah wawasan tentang independensi kekuasaan kehakiman di Indonesia. Adapun materi dalam buku ini terdiri dari 6 bab. Bab 1 merupakan pendahuluan. Bab 2 beberapa pandangan tentang independensi kekuasaan kehakiman meliputi hakikat kebebasan dan independensi kekuasaan hakim, Independensi kekuasaan Hakim dalam pandangan John Rawls (Gagasan dasar Rawls, kritik Rawls Terhadap utilitarianisme, intuisionisme, perfeksionisme, dan libertarianisme, pandangan Rawls terhadap masyarakat, original position sebagai posisi untuk menentukan prinsip keadilan, 2 prinsip keadilan Rawls, interpretasi prinsip dan independensi kekuasaan kehakiman), independensi kekuasaan kehakiman dalam pandangan Satjipto Rahardjo (Pandangan dasar ontologis dan epistemologis hukum progresif, gagasan hukum progresif, predisposisi personal dalam hukum progresif, kritik terhadap hukum modern, Penafsiran hukum dan dalam tradisi hukum progresif, independensi kekuasaan kehakiman dalam tradisi hukum progresif), Independensi kekuasaan kehakiman dalam pandangan Bagir Manan ( independensi kekuasaan kehakiman prasyarat tegaknya hukum dan keadilan, kepastian hukum dalam independensi kekuasaan kehakiman, tujuan utama independensi kekuasaan kehakiman, prinsip-prinsip independensi kekuasaan kehakiman), independensi kekuasaan kehakiman dalam pandangan Djohansjah ( keadilan sebagai dasar filosofis etis independensi kehakiman, tujuan historis teoritis tentang konsep independensi kekuasaan kehakiman, perkembangan independensi kekuasaan kehakiman dalam lingkup internasional, pencarian pengertian independensi kekuasaan kehakiman di Indonesia). Bab 3 tentang independensi kekuasaan kehakiman di Indonesia meliputi konsep negara hukum, independensi kekuasaan kehakiman dalam undang-undang Dasar 1945, implementasi independensi kekuasaan kehakiman sebelum berlakunya sistem peradilan 1 atap, independensi kekuasaan kehakiman setelah berlakunya sistem peradilan Satu Atap di bawah Mahkamah Agung Republik Indonesia. bab 4 tentang intervensi terhadap independensi kekuasaan kehakiman meliputi negara hukum sebagai konteks, tata hukum nasional di tengah transformasi zaman, bentuk-bentuk intervensi terhadap kekuasaan kehakiman yang terdiri dari bentuk intervensi peradilan era sistem peradilan 2 atap dan bentuk intervensi peradilan setelah sistem peradilan satu atap. Bab 5 tentang kebijakan Mahkamah Agung merespon intervensi publik meliputi kebijakan terhadap kelompok hasil pendorong dan penggerak, kebijakan terhadap keterbukaan informasi peningkatan kepatuhan pengisian LKHPN dan percepatan implementasi cetak biru, kebijakan Badan Litbang Diklat kumdil dan pembinaan independensi Hakim, kebijakan penegakan kode etik dan pedoman perilaku Hakim, kebijakan di bidang pengawasan internal. Bab 6 merupakan penutup yang terdiri dari kesimpulan dan rekomendasi. Adapun hasil rekomendasi dalam buku ini yaitu para hakim hendaknya diberikan jaminan dalam aspek keamanan, karena rasa tidak aman di tempat para hakim bertugas merupakan salah satu bentuk intervensi yang dapat mengganggu independensi hakim dalam melaksanakan tugasnya untuk memutus suatu perkara. Para hakim hendaknya senantiasa melakukan pengembangan pemahaman terhadap makna kebebasan hakim yang merupakan perwujudan dari independensi kekuasaan kehakiman sebagai kebebasan yang terkait dengan kelembagaan yang menganut asas de individualisasi. Pentingnya untuk senantiasa dilakukan pengembangan dan pemahaman bahwa kepribadian hakim yang tidak adil, tidak berlaku jujur, tidak berperilaku arif dan bijaksana, tidak bersikap mandiri, tidak berintegritas tinggi, tidak bertanggung jawab, tidak menjunjung tinggi harga diri, dan tidak berdisiplin tinggi, juga merupakan bentuk internal intervensi. Hendaknya selalu diwaspadai bahwa pasca berlakunya sistem peradilan Satu Atap di bawah Mahkamah Agung maka intervensi publik LSM tertentu dan lain-lain cenderung mendominasi bentuk-bentuk intervensi terhadap jalannya kekuasaan kehakiman dibandingkan dengan intervensi yang dilakukan oleh eksekutif. Pentingnya untuk dipahami dan disadari bahwa kejadian-kejadian traumatik masa lalu yang pernah dialami para hakim atau diakronik dan opini serta kecenderungan tren yang sedang terjadi saat ini atau sinkronik sangat berperan sebagai bentuk kekuasaan intervensi internal dan eksternal yang sangat berbahaya bagi seorang hakim dalam melaksanakan tugasnya, dalam hal demikian harus menjadi perhatian bagi setiap hakim di dalam melaksanakan tugasnya agar tetap dapat menjaga independensi untuk memutus suatu perkara sehingga dapat melahirkan putusan yang berkeadilan di tengah-tengah masyarakat. (NRI)
Tidak tersedia versi lain