Text
“Kedudukan Wali Mujbir Dalam Pernikahan Di Bawah Umur (Studi Komparatif Antara Madzhab Syafi’i dan Kompilasi Hukum IslamDalam Perspektif Maqashid Syariah)”
Kata Kunci: Wali mujbir, Pernikahan,Komparatif Madzhab Syafi’i, Kompilasi
Hukum Islam, Maqasid Syariah.
Wali mujbir merupakan wali yang memiliki hak kekuasaan dan wewenang
secara langsung untuk menikahkan orang yang berada dibawah perwaliannya tanpa
harus ada izin dari perempuan yang bersangkutan, Madzhab Syafi’i berpendapat
bahwasanya suatu pernikahan harus dilaksanakan jika calon mempelai dalam hal
ini calon istri sudah berusia baligh. Pernikahan dibawah umur pernikahan yang
dilakukan sebelum mencapai usia sebagaimana diatur dalam Pasal 15 Kompilasi
Hukum Islam bahwa “Untuk kemaslahatan keluarga dan rumah tangga, pernikahan
hanya boleh dilakukan calon mempelai yang telah mencapai umur yang ditetapkan
dalam pasal 7 UU No 16 Tahun 2019 yakni calon suami sekurang-kurangnya
berumur 19 tahun dan calon isteri sekurang-kurangnya berumur 19 tahun”.
Maqashid Syariah PernikahanSebagai satu-satunya perintah Allah yang
pelaksanaannya mencakup aspek ibadah secara vertikal sekaligus horizontal,
pernikahan merupakan syariat yang tergolong sakral di mata umumya manusia.
Berdasarkan hal tersebut, maka terdapat permasalahan yang menjadi kajian
pokok dalam penelitian ini. (1)Bagaimana konsep Wali Mujbirdalam madzhab
Syafi`i pada implementasi pernikahan di Bawah Umur. (2) Bagaimana Konsep
Wali Mujbir Dalam Kompilasi Hukum Islam pada implementasi pernikahan di
bawah umur. (3) Bagaimana perbedaan konsep Wali Mujbir dalam madzhab Syafi`i
dengan Kompilasi Hukum Islam pada implementasi Pernikahan di Bawah Umur
perspektif Maqhasid Syariah.
Penelitian ini termasuk kedalam jenis penelitian kepustakaan (library
reseach) dengan pendekatan Maqashid Syariah, adapun sumber data yang di
kumpulkan berupa data primer yakni dari Buku Kompilasi Hukum Islam, Nurhadi.
Kitab Imam Asy-Syafi, Al-Uum.Sedangkan data sekunder adalah data yang
mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, lain-lain.
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa: Pertama,wali mujbir, menurut Imam
Syafi’i, berhak mengawinkan anak perempuannya yang masih kecil maupun sudah
dewasa, jika ia masih gadis tanpa persetujuan darinya begitu juga anak yang gila
baik laki-laki maupun perempuan, baik sudah dewasa atau masih kecil. Kedua,
Dalam KHI Pasal 71 huruf f, menyebutkan bahwa perkawinan yang dilaksanakan
dengan paksaan digolongkan sebagai perkawinan yang boleh dibatalkan. Ketiga,
dengan demikian ada perbedaan yang signifikan antara Imam Syafi’i dengan KHI.
Sebagaimana Imam Syafi’i menjelaskan bahwa wali mujbir ini mempunyai
kekuasaan penuh terhadap anak gadisnya karena belum mampu memilih calon
suami. Sedangkan menurut KHI Wali mempunyai Otoritas penuh terhadap
anaknya, tetapi didalam KHI menjelaskan di dalam pasal 16 Ayat 1 dan 2, sudah
menjelaskan bahwa orang tua harus minta persetujuan dari anaknya yang mau
dinikahkan, Karena persetujuan ini salah satu syarat dalam perkawinan. dalam perspektif Maqhasid Syariah Untuk mewujudkan kebaikan sekaligus
menghindarkan keburukan atau menarik manfaat dan menolak madharat
Tidak tersedia versi lain