Text
Isbat Nikah Pada Pernikahan Sirri: Studi Komparasi Pandangan Tokoh NU dan Muhammadiyah di Sumenep.
Kata Kunci: Isbat Nikah, Pernikahan Sirri, Pandangan Hukum Tokoh NU
dan Muhammadiyah di Sumenep
Perkara isbat nikah yang ditangani Pengadilan Agama Sumenep menjadi
sorotan publik karena jumlah permohonan cenderung banyak di setiap tahunnya.
Dalam rentang waktu tiga tahun terakhir (2018-2020) rata-rata tercatat 443
pemohon dengan rincian tahun 2018 (462 pemohon), tahun 2019 (434 pemohon)
dan tahun 2020 (432 pemohon). Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan
mendeskripsikan pandangan tokoh NU dan Muhammadiyah tentang praktik isbat
nikah pada pernikahan sirri di Sumenep melalui dua formulasi fokus penelitian,
yaitu: Pertama, bagaimana pelaksanaan isbat nikah pada pernikahan sirri di
Sumenep?. Kedua, bagaimana pandangan hukum tokoh NU dan Muhammadiyah
tentang praktik isbat nikah pada pernikahan sirri di Sumenep?
Penelitian ini merupakan penelitian hukum dengan menggunakan
pendekatan yuridis-empiris. Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan
bersifat deskriptif-kualitatif. Instrumen penelitian ini menggunakan observasi,
wawancara dan dokumentasi. Teknik analisis data-data di lapangan menggunakan
model Miles dan Huberman dengan tiga alur kegiatan, yaitu reduksi data, display
data dan penarikan kesimpulan.
Hasil penelitiannya menunjukkan: Pertama, pelaksanaan isbat nikah pada
pernikahan sirri di Sumenep melalui dua jalur, yaitu mandiri dan nikah massal
atau sidang keliling. Isbat nikah yang diajukan adalah pernikahan sirri yang
dilangsungkan pasca pemberlakuan UUP. Dasar pertimbangan hukum
diterimanya permohonan isbat nikah adalah: (1) ketentuan pasal 7 ayat 3 huruf (e)
KHI serta dasar penetapan isbat nikah berdasarkan pasal 2 ayat (2) UUP jo. Pasal
5 KHI; (2) pertimbangan kemaslahatan. Kedua, tokoh NU dan Muhammadiyah
mempunyai pandangan hukum yang berbeda tentang praktik isbat nikah pada
pernikahan sirri di Sumenep. Perbedaan ini disebabkan karena orientasi dan
metode ijtihad keduanya berbeda. PCNU Sumenep menekankan pendekatan
kultural dengan memelihara nilai-nilai terdahulu yang sudah baik, dan mengambil
nilai-nilai baru yang lebih baik dengan merujuk kepada salah satu fikih empat
mażhab. Sedangkan orientasi ijtihad yang digunakan oleh PDM Muhammadiyah
Sumenep lebih kepada upaya tajdĭd (pembaharuan) melalui pendekatan langsung
pada al-Qur’an dan Sunnah dengan tanpa mażhab. Oleh karenya, PCNU Sumenep xiii
menyatakan bahwa isbat nikah hukumnya wajib diajukan bagi pelaku nikah sirri
setelah pemberlakuan UUP untuk mendapat perlindungan dan kepastian hukum.
Sedangkan PDM Muhammadiyah menyatakan bahwa permohonan isbat nikah
setelah pemberlakuan UUP itu seharusnya ditolak oleh hakim Pengadilan Agama
karena alasan yuridis undang-undang hanya memberikan izin untuk
mengistbatkan perkawinan yang dilakukan sebelum pemberlakuan UUP. Adanya
isbat nikah pasca pemberlakuan UUP dianggap membuka peluang untuk tumbuh
kembangnya nikah sirri yang seharusnya dihentikan karena menimbulkan
muḍarah (kesulitan-kesulitan) terutama kepada istri dan anak-anak.
Tidak tersedia versi lain