Text
Problematika Bisnis Siwalan di Desa Pragaan Daya Perspektif Hukum Ekonomi Syariah
Kata Kunci: Bisnis Siwalan, Hak Kepemilikan, Hukum Ekonomi Syariah
Bisnis merupakan salah satu cara masyarakat untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Bermacam-macam
bisnis yang dilakukan oleh masyarakat, salah satunya adalah dengan cara berbisnis
siwalan di Desa Pragaan Daya, Kecamatan Pragaan, Kabupaten Sumenep antara
pemasok/pencari dengan pemilik pohon siwalan. Berbisnis bukan hanya sekedar
untuk mendatangkan keuntungan finansial semata, melainkan juga harus
berdasarkan rukun dan syarat yang telah ditentukan oleh hukum syara’ maupun
hukum Negara yang berlaku. Lastas hal ini perlu dikaji untuk menghindari ketidak
pastian atau penyalahgunaan yang mengakibatkan kerugian pada salah satu pihak.
Dalam penelitian ini, terdapat rumusan masalah yaitu: 1) Bagaimana bisnis
siwalan di Desa Pragaan Daya? 2) Bagaimana problematika bisnis siwalan di Desa
Pragaan Daya? 3) Bagaiamana tinjauan Hukum Ekonomi Syariah terhadap
problematika bisnis siwalan tersebut? Penelitian ini disebut dengan penelitian
empiris, alasan peneliti menggunakan jenis penelitian ini dengan melihat dan
mengkaji berbagai sudut pandang yang terjadi di dalam masyarakat. Kemudian
pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode penelitian
kualitatif.
Hasil penelitian terkait Problematika Bisnis Siwalan di Desa Pragaan Daya
Perspektif Hukum Ekonomi Syariah ini adalah; dilatar belakangi dengan sejarah
masa lalu disaat perkonomian masih tidak merata, dan masih banyak masyarakat
yang tidak berkecukupan untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya sehingga
masyarakat berinisiatif untuk mengambil buah siwalan baik pohon tersebut adalah
milik sendiri maupun hak kepemilikan orang lain, yang semata-mata bertujuan
untuk dimakan sebagai penunda lapar. Kemudian selang beberapa tahun sekitar
tahun 1978 kurang lebih, buah siwalan mulai banyak peminat dan laku di pasaran,
lastas hal tersebut merubah keadaan di lapangan yang awalnya siwalan itu hanya
sekedar dijadikan makanan untuk menunda lapar kemudian dirubah dengan
berbisnis menjual atau menyetorkan hasil pengambilan buah siwalan tersebut
kepada pedagang siwalan dengan harga tiap perbungkusnya sebesar 2000 (Dua
Ribu Rupiah), tentunya pemilik pohon tersebut tidak mendapatkan hasil dari
penjualan/penyetoran buah siwalan yang dilakukan oleh pemasok/pencari siwalan
karena keduanya tidak terjadi akad kerja sama terlebih dahulu sebelumnya.
Meskipun dalam pengambilan siwalan itu tidak melalui izin terlebih dahulu kepada
pemiliknya, namun hal tersebut diperbolehkan oleh syara’ maupun hokum Negara
Tidak tersedia versi lain