Text
HAK PEREMPUAN BEKERJA DALAM AL-QUR'AN (STUDI KOMPARASI AL-MISBAH DAN AL-LU'LU' WA AL-MARJAN FI-TAFSIR AL-QUR'AN)
ABSTRAK
Nafilah Sulfa, 2020, Hak Perempuan Bekerja dalam Al-Qur’an (Studi Komparasi
Tafsir al-Misbah dan al-Lu’lu’ wa al-Marjân fĩ-Tafsîr al-Qur’ân). Skripsi,
Program Studi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin dan Dakwah,
IAIN Madura, Pembimbing: Lizamah, M.Th.I.
Kata kunci: Bekerja, Perempuan, Komparasi, Tafsir al-Misbah, al-Lu’lu’ wa alMarjân fĩ-Tafsîr al-Qur’ân
Bekerja adalah menggunakan daya yang dimiliki baik berupa fisik, daya
pikir, daya kalbu dan daya hidup. Perempuan zaman pra Islam terbelenggu oleh
budaya patriaki. Mereka bagaikan barang komoditi yang diperjual-belikan. Ketika
Islam datang, kedudukan mereka mulai menjadi mulia, hal ini terbukti dengan
tdak ada larangan perempuan untuk bekerja berkiprah dalam ranah publik. Namun
salah satu faktor penyebab kaum perempuan mengalami bias (ketimpangan)
gender sehingga mereka belum setara adalah interpretasi teks-teks agama yang
bias gender. Selama ini penafsiran al-Qur’an didominasi ideologi patriarki sebab
kebanyakan mufasir adalah kaum laki-laki, sehingga kurang mengahargai
kepentingan kaum perempuan. Berdasarkan hal tersebut, maka ada tiga
permasalahan yang menjadi kajian pokok dalam penelitian ini, yaitu: (1)
Pengertian bekerja di luar rumah (pubik) dan kedudukan perempuan sebelum
praIslam dan sesudah Islam. (2) Karakterstik tafsir al-Misbah karya M. Quraish
Shihab dan al-Lu’lu’ wa al-Marjân fĩ-Tafsîr al-Qur’ân karya Karîmân Hamzah
dan (3) Penafsiran kedua tokoh tersebut tentang ayat hak perempuan bekerja.
Jenis penelitian ini termasuk studi pustaka (library research). Selain itu,
penelitian ini, juga termasuk penelitian kualitatif, karena data yang diperlukan
adalah data kualitatif berupa, ayat al-Quran, tafsir dan hadis serta karya tulis
ilmiah lainnya. Adapun pendekatan dalam penelitian menggunakan pendekatan
tafsir, sedangkan metode yang digunakan adalah komparatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) PraIslam adalah zaman perempuan
tidak ada harganya. Mereka seperti barang yang dipejual-belikan. Namun ketika
Islam datang posisi dan kedudukan perempuan berangsur berubah yang semula
seperti barang yang diperjual belikan menjadi berharga, hal terbukti dengan tidak
ada larangan teks keagamaan al-Qur’an dan sunnah tentang perempuan berkiprah
dalam ranah publik. (2) Tafsir al-Misbah dan al-Lu’lu’ wa al-Marjân fĩ-tafsîr alQur’ân sama-sama memiliki corak al-adâbi al-ijtimâ’i, metode menggunakan
tahlîlî dan sumber penafsirannya bil-Iqtirân. Namun yang membedakan al-Lu’lu’
wa al-Marjân fĩ-Tafsîr al-Qur’ân penjelasannya bersifat ijmâli. (3) M. Quraish
Shihab dan Karîmân Hamzah mempunyai sudut pandang yang berbeda ketika
menafsirkan ayat yang berbau gender terutama ayat hak bekerja perempuan.
Shihab tampak penafsiran lebih bias gender, sedangkan Hamzah lebih bias
patriaki dan tenggelam pada persepsi tafsir klasik. Maka dari itu, jenis kelamin
tidak mempengaruhi interpretasi teks-teks agama dalam produk penafsiran.
Tidak tersedia versi lain