Text
MOTIF PENAFSIR DALAM MENAFSIRKAN AL-QUR’AN SURAH AL-MAIDAH AYAT 51 (Studi Kitab Tafsir al-Manar, al-Azhar dan al-Misbah)
ABSTRAK
Ach Badri, 2019, Motif Penafsir dalam Menafsirkan al-Qur’an Surah al-Maidah ayat 51 (Studi Kitab Tafsir al-Manar, al-Azhar dan al-Misbah), Skripsi, Program Studi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin dan Dakwah, IAIN Madura, Pembimbing: H. Arif Wahyudi, Lc., MA.
Kata Kunci: Motif, Mufasir/Penafsir, Tafsir
Al-Qur’an dalam tradisi pemikiran Islam telah melahirkan sederetan teks turunan yang luas dan terperinci dan selanjutnya teks turunan tersebut dikenal dengan istilah tafsir yang dilakukan oleh ulama (mufasir) tentunya mempunyai sebuah motif, sehingga motif yang berbeda akan menghasilkan tafsir yang berbeda pula. Begitu pula dalam menafsirkan QS. al-Maidah: 51. Tujuan penulis mengambil motif penafsiran ini khususnya dalam kontek QS al-Maidah: 51 karena menurut penulis ayat ini sering digunakan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab untuk dijadikan alasan dalam menghadapi musuhnya terlebih dalam hal kepemimpinan.
Berangkat dari hal tersebut maka ada tiga permasalahan yang menjadi pokok pembahasan dalam penelitian ini yaitu: pertama, apa yang dimaksud motif dalam dunia penafsiran; Kedua Apa motif penafsiran Rasyid Ridla, Hamka dan Quraish Shihab dalam menafsirkan QS. al-Maidah: 51; ketiga Bagaimana implikasi motif penafsiran Rasyid Ridla, Hamka dan M Quraish Shihab dalam menafsirkan al-Qur’an surah al-Maidah ayat 51.
Untuk menjelaskan hal tersebut peneliti menggunakan teori hermeneutika Gadamer kesadaran akan keterpengaruhan sejarah. Teori ini menjelaskan bahwa pemahaman seorang penafsir terhadap al-Qur’an dipengaruhi oleh situasi yang ada di sekitarnya. Oleh karena itu teori ini dirasa cocok karena sadar atau tidak seorang penafsir dalam menafsirkan al-Qur’an dipengaruhi oleh kondisi sosilnya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan kepustakaan (library research) yang jenisnya content analysist (analisis isi). Sehingga teknik pengumpulan datanya menggunakan metode dokumentasi.
Kesimpulan dari penelitian ini yaitu motif merupakan keadaan yang mendorong mufasir menafsirkan al-Qur’an. Motif dalam menafsirkan al-Qur’an khususnya QS. al-Maidah: 51 beragam seperti motif penafsiran Rasyid Ridlo yang menafsirkan ayat tersebut dengan membolehkan umat Islam mengangkat Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin hal ini karena waktu ia manafsirkan ayat tersebut berada di Turki yang akan menghukum siapa saja yang akan menentang undang-undang. Berbeda dengan pandangan Hamka dalam memahami QS al-Maidah: 51 ia melarang umat Islam mengambil non Muslim sebagai pemimpin hal itu karena pengalamannya di ranah politik yang pernah bersentuhan langsung dengan mereka dan menganggap mereka berusaha mengalahkan Islam. Sedangkan penafsiran yang dilakukan oleh Quraish Shihab sama seperti yang dilakukan oleh Ridlo yakni memperbolehkan umat Islam mengambil mereka sebagai auliya hal ini karena keadaan masyarakat Indonesia sudah kondusif dan bukan hanya Yahudi dan Nasrani yang dilarang melainkan mereka yang mengikuti hukum jahiliyah maka dia tidak boleh di angkat menjadi pemimpin.
Tidak tersedia versi lain