Text
PANDANGAN TOKOH AGAMA TERHADAP PRAKTEK POLIANDRI DI DESA BLUMBUNGAN KECAMATAN LARANGAN KABUPATEN PAMEKASAN
Moh Muzanni, 2018, Pandangan Tokoh Agama Terhadap Praktek Poliandri Di Desa Blumbungan Kecamatan Larangan Kabupaten Pamekasan, Skripsi, Program Studi Ahwal Syakhshiyyah, Jurusan Syari’ah, IAIN Madura, Pembimbing: H. Fahruddin Ali Sabri, S.HI., MA.
Kata Kunci: Pandangan Tokoh Agama, Praktek Poliandri
Perkawinan merupakan kebutuhan biologis manusia oleh karena itu setiap orang yang hendak menikah maka harus melakukan perkawinan sesuai dengan rukun dan syarat perkawinan Islam sehingga perkawinan akan sah baik dari aspek hukum agama maupun aspek hukum negara. Perkawinan poliandri merupakan salah satu jenis perkawinan yang dilarang menurut Islam maupun hukum Indonesia, menurut hukum Islam dalam al-Quran surah an-Nisa 24: [4] bahwa haram mengawini wanita yang bersuami dan menurut Kompilasi Hukum Islam Pasal 40, bahwa dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita karena keadaan tertentu: a. Karena wanita yang bersangkutan masih terikat satu perkawinan dengan pria lain.
Dalam penelitian ini hanya memfokuskan pada analisis Pandangan Tokoh Agama Terhadap Praktek Poliandri Di Desa Blumbungan Kecamatan Larangan Kabupaten Pamekasan. Tujuan dalam penelitian ini yaitu: (1) Untuk mengetahui penyebab terjadinya praktik poliandri di desa blumbungan kecamatan larangan kabupaten pamekasan. (2) Untuk mengetahui pandangan tokoh agama terhadap praktik poliandri di desa blumbungan kecamatan larangan kabupaten pamekasan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Teknik pengumpuan data menggunakan wawancara, pengamatan lapangan, dan dokumentasi. Informan penelitian yaitu pimpinan/ketua dari Nahdlatul Ulama (NU) dengan Muhammadiyah. Tahapan analisis data yang digunakan yaitu checking, dan organizing.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Bahwa penyebab terjadinya praktek poliandri di Desa Blumbungan Kecamatan Larangan Kabupaten Pamekasan karena faktor ekonomi yang tidak mencukupi, faktor jarak dengan suami, faktor orang tua suami yang tidak suka terhadap istri sehingga timbullah ketidak nyamanan istri sehingga memilih untuk melakukan poliandri. (2) Poliandri dilarang karena sudah menyalahi fitrah dan sunnatullah dari arti pernikahan itu sendiri, Perkawinan poliandri dilarang menurut hukum Islam maupun hukum negara karena perkawinan poliandri tidak memiliki kejelasan nasab terhadap keturunannya dan apabila anak yang lahir dari perkawinan poliandri adalah anak perempuan maka ayah atau suami dari istri yang berpoliandri tidak bisa menjadi walinya.
Tidak tersedia versi lain