Text
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK NASAB ANAK DARI PERKAWINAN SIRRI DI DESA GANDING KECAMATAN GANDING KABUPATEN SUMENEP
Budi Hidayat Santoso, 2018, Perlindungan Hukum Terhadap Hak Nasab Anak dari Perkawinan Sirri di Desa Ganding Kecamatan Ganding Kabupaten Sumenep, Skripsi, Program Studi al-Akhwal al-Syakhsyiyyah, Jurusan Syariah, IAIN MADURA, Pembimbing: Dr. Umi Supraptiningsih M. Hum
Kata kunci: Perlindungan Hukum, Hak Nasab Anak, Perkawinan Sirri.
Perkawinan merupakan suatu peristiwa penting bagi manusia, dimana manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup sendiri dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia dalam fitrahnya diciptakan dengan pasangan hidupnya masing masing. Dikarenakan urusan perkawinan merupakan peristiwa penting dalam kehidupan masyarakat, maka negara berhak mengatur urusan ini dalam suatu aturan yang jelas untuk memberikan perlindungan hukum dan ketertiban dalam kehidupan masyarakat.
Penelitian ini penulis lakukan di Desa Ganding Kecamatan Ganding Kabupaten Sumenep. Dengan tujuan untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap hak nasab anak dari perkawinan sirri di Desa Ganding Kecamatan Ganding Kabupaten Sumenep dan tinjauan hukum Islam terhadap hak nasab anak dari perkawinan sirri di Desa Ganding Kecamatan Ganding Kabupaten Sumenep. Adapun yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah pelaku perkawinan sirri dan penghulu desa. Sedangkan yang menjadi objek pada penelitian ini adalah perlindungan hukum terhadap hak nasab anak dari perkawinan sirri.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa proses perlindungan hukum terhadap anak yang lahir dari perkawinan di bawah tangan dalam pandangan hukum Islam dan undang-undang no. 1 tahun 1974 yaitu orang tua mengajukan penerbitan akta kelahiran anak setelah melakukan isbath nikah atau pengesahan pernikahan terlebih dahulu serta pencatatan pernikahan di Kantor Kantor Urusan Agama (KUA). Kedudukan anak yang lahir dari perkawinan di bawah tangan menurut pandangan hukum Islam yaitu anak yang dilahirkan tersebut dianggap sah selama rukun dan syarat nikah orang tuanya terpenuhi dan dilaksanakan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya, hal ini berdasarkan pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Pasal 4 Kompilasi Hukum Islam, sedangkan menurut undang-undang positif yaitu anak dari hasil nikah siri atau perkawinan di bawah tangan hanya mempunyai hubungan keperdataan dengan ibunya dan keluarga ibunya. Sedangkan setelah adanya putusan MK No 46/PUU-VIII/2010, anak dari hasil nikah siri atau nikah di bawah tangan tidak hanya memiliki hubungan perdata dengan ibu dan keluaarga ibunya, akan tetapi dapat pula memiliki hubungan keperdataan dengan ayahnya jika mendapat pengakuan dari ayah biologisnya atau dapat dibuktikan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Tidak tersedia versi lain