Text
PANDANGAN MASYARAKAT TENTANG PENGGUNAAN MAHAR DI DESA BUNTEN BARAT KECAMATAN KETAPANG KABUPATEN SAMPANG
Syaiful Efendi, 2018, Pandangan Masyarakat Tentang Penggunaan Mahar di Desa Bunten Barat Kecamatan Ketapang Kabupaten Sampang, Skripsi, Program Studi Al-ahwal al – Syakhsiyyah. Jurusan Syariah, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Madura.Pembimbing: Mohammad Ali Al-Humaidy, M.Si
Kata Kunci :Pandangan Masyarakat, Penggunaan mahar
Mahar (Maskawin) adalah pemberian suami yang bersifat wajib kepada isteri yang berupa uang, barang, jasa, dan manfaat karena adanya ikatan pernikahan dan semenjak itulah mahar menjadi hak prioritas dari seorang isteri, sehingga isteri tersebut berhak menggunakan mahar dalam hal apapun baik dibeli kebutuhan hidup dan lainnya. Dan suami juga boleh menggunakannya dengan catatan isteri sukarela dan memberikannya tanpa adanya unsur paksaan, malu ataupun takut. Namun realita yang ada mengenai penggunaan mahar di Desa Bunten Barat Kecamatan Ketapang, Kabupaten Sampang. Terjadi perbedaan antara hukum Islam dengan praktik di masyarakat. sedangkan masyarakat memandang mahar yang berupa materi yang mempunyai nilai jual tidak boleh digunakan oleh isteri maupun suami dalam hal untuk digunakan kebutuhan sehari-hari, dan hal ini merupakan kebiasaan masyarakat yang sudah turun-temurun dari nenek moyang mereka yang tetap berlangsung sampai sekarang.
Berdasarkan hal tersebut, maka ada dua permasalahan yang menjadi kajian pokok dalam penelitian ini, Pertama, bagaimanadinamika penggunaan mahar di Desa Bunten Barat Kecamatan Ketapang Kabupaten Sampang, Kedua, bagaimana pandangan masyarakat tentang penggunaan mahar di Desa Bunten Kecamatan Ketapan Kabupaten Sampang.
Secara metodologis, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis Pendekatan fenomenologis. Jenis penelitian fenomenologis ini yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang terjadi atau dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi tindakan lain sebagainya. Sedangkan teknik pengumpulan data yaitu melalui wawancara dan dokumentasi.
Hasil temuan dari penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas masyarakatdi Desa Bunten Barat menerapkan kebiasaan penggunaan mahar dengan cara memberikan maharnya kepada orang lain setelah pelaksanaan pernikahan selesai, sehingga isteri maupun suami tidak dapat menggunakan mahar tersebut walaupun suami sudah mendapatkan izin dan ridha dari isteri.Penerapan penggunaan mahar ini sudah berlangsung sejak dari zaman nenek moyang mereka. Bahkan telah menjadi tradisi yang sangat berkembang di masyarakat Bunten Barat yang harus tetap dijaga dan dilestarikan. Kebiasaan penggunaan mahar ini tidak ada dasar/dalil secara aturan hukum Islam yang berlaku. Tujuannya agar masyarakat dalam kehidupan rumah tangganya dapat hidup rukun dan harmonis selamanya dan dilimpahkan rezekinya serta dijauhkan dari berbagai bahaya. Kebiasaan penggunaan mahar seperti ini tidak dapat dijadikan hukum sebagaimana kaidah fiqih العادة محكمة (tradisi/kebiasaan dijadikan hukum) karena kebiasaan penggunaan mahar seperti ini bertentangan dengan ajaran hukum Islam yang tidak dapat kita tiru, dan seharusnya kita menjauhi dari kebiasaan seperti itu, sebagaimana kaidah fiqih دَرْءُ الْمَفَاسِدِ مُقَدَّمٌ عَلَى جَلْبِ الْمَصَا لِح(Menolak mafsadah didahulukan dari pada meraih maslahat)
Tidak tersedia versi lain