Text
PRAKTEK PENARIKAN TANAH GADAI DENGAN MELANGGAR KESEPAKATAN DALAM PANDANGAN EKONOMI SYARI’AH DI DESA LARANGAN PERRENG PRAGAAN SUMENEP
Herman Shah, 2018, PraktekPenarikan Tanah GadaiDenganMelanggarKesepakatanDalamPandanganEkonomiSyari’ah di DesaLaranganPerrengPragaanSumenep.Skripsi, Program Studi Hukum Ekonomi Syaria’ah, Jurusan Syari’ah IAIN Madura, Pembimbing : Dr. Erie Hariyanto. S. H, MH.
Kata kunci:Hukum Islam, Rahn, Gadai Tanah
Mu’amalah merupakan perwujudan dari kebutuhan hidup manusia ditinjau dari berbagai aspek, baik aspek sosial, budaya, dan kemasyarakatan. Sebagai bagian dari masyarakat yang hidup di Desa Larangan Perreng juga tidak terlepas dari kebutuhan sebagaimana halnya manusia pada umumnya, yang dalam memenuhi kebutuhannya dituntutuntuk saling membantu satu sama lain.Di sinilah gadai sangat dibutuhkan dalam hal memenuhi kebutuhan hidup dengan sebuah jaminan.
Adapun rumusan masalah pada kajian ini dirumuskan sebagai berikut: bagaimana praktik penarikan tanah gadai dengan melanggar kesepakatan dalam pandangan ekonomi syari’ah di Desa Larangan Perreng Pragaan Sumenep?. BagaimanapandanganHukum Islam TerhadapPenarikan Tanah denan melanggar kesepakatan di Desa Larangan Perreng Pragaan Sumenep?.
PendekatandanJenispenelitiandilakukandenganmenggunakanpendekatankualitatiffield research(Lapangan), yang merupakanjenis penelitian field research studikasus di Desa Larangan Perreng Pragaan Sumenep,sedangkandalammengumpulkandatanyamenggunakanObservasi, Interview, dan Dokumentasi.
Hasil penelitian dapat peneliti simpulkan bahwa Pelaksanaan gadai tanah di Desa Larangan Perreng Kecamatan Pragaan Kabupaten Sumenep sudah lumrah terjadi karena untuk menutupi kekurangan kebutuhan keluarga.disebabkan karena keadaan yang mendesak dan hal yang sedemikian dilakukan secara musyawarah atau secara kekeluargaan antar masayarakat setempat.
Praktik meminjamkan uang dengan jaminan tanah dilakukan dengan cara menggadaikan tanahnya sebagai jaminan atas uang yang dipinjam oleh rahin kepada murtahin, akan tetapi gadai tidak boleh diucapkan dengan syarat-syarat tertentu, misalnya dengan ucapan apabila rahin tidak mampu untuk melunasi uang yang dipinjamnya maka barang gadai menjadi milik murtahin untuk melunasi utangnya.Makadenganperkataansepertiitutidakdiperbolehkanadadalamakadgadaikarenaakanmenyebabkanakadgadaimenjadibatal.
Dalam praktik gadai tanah yang terjadi di Desa Larangan Perreng,maka dapat disimpulkan bahwa akad tersebut adalah sah, karena sudah ada ijab dan qabul antara kedua belah pihak, akan tetapi seharusnya batas waktu sampai kapan tanah itu mau ditebus harus disepakati supaya kedua belah pihak tidak ada yang dirugikan, baik itu rahin ataupun murtahin, karena jika tidak diadakan kesepakatan, keduanya sama-sama dirugikan, baik rahin atau murtahin.
Tidak tersedia versi lain