Text
SISTEM AKAD MUZARA’AH TANAMAN JAGUNG (STUDI KASUS DI DESA JARIN KECAMATAN PADEMAWU KABUPATEN PAMEKASAN)
Lalan Wiswari, 2018, Sistem Akad Muzara’ah Tanaman Jagung (Studi Kasus di Desa Jarin Kecamatan Pademawu Kabupaten Pamekasan), Skripsi, Program Studi Hukum Ekonomi Syari’ah, Jurusan Syari’ah, Pembimbing: Abd. Wahed, M, HI.
Kata Kunci: Akad, Muzara’ah, Tanaman Jagung
Kerjasama bagi hasil dalam pertanian merupakan tindakan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi yang salah satunya dilakukan oleh masyarakat Desa Jarin. Dalam bermuamalah kerjasama bagi hasil pertanian disebut dengan muzara’ah. Muzara’ah merupakan suatu akad kerjasama pengelolaan lahan pertanian antara pemilik lahan dan penggarap, dimana pemilik lahan memberikan lahannya kepada penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan ketentuan bagi hasil panen sesuai kesepakatan kedua pihak. Perjanjian kerjasama pertanian bagi hasil yang terjadi di Desa Jarin dilakukan secara lisan tanpa menghadirkan saksi dan jangka waktu berakhirnya akad tersebut juga tidak ditentukan dengan jelas sejak awal akad. Ketika terjadi kerugian, maka yang menanggung adalah salah satu pihak saja. Sehingga dalam akadnya diasumsikan terdapat unsur gharar serta adanya unsur ketidakadilan dan eksploitasi terhadap pihak lain.
Adapun fokus yang menjadi kajian dalam penelitian ini yaitu: pertama, Bagaimana Praktik Sistem Akad Muzara’ah dalam Pengambilan Tanaman Jagung di Desa Jarin Kecamatan Pademawu Kabupaten Pamekasan. Kedua, Bagaimana Pandangan Hukum Islam terhadap Sistem Akad Muzara’ah dalam Pengambilan Tanaman Jagung.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis deskriptif yang diarahkan pada jenis studi kasus yaitu Sistem Akad Muzara’ah Tanaman Jagung dan instrumen yang dilakukan dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi, yang dilakukan pada bulan Maret - April 2018.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam kerjasama di bidang pertanian yang terjadi antara pemilik tanah dan penggarap tanah tidak sepenuhnya sesuai dengan akad muzara’ah, karena salah satu rukun dan syaratnya belum terpenuhi, sehingga menyebabkan salah satu pihak mengalami kerugian. Kemudian dalam penyerahan modal dalam kerjasama ini yaitu berupa sebuah lahan pertanian. Selain itu, pembagian hasil pada tanaman jagung ini seringkali tidak sesuai dengan kesepakatan di awal akad, hal ini disebabkan perjanjian bagi hasil di awal kontrak tidak dilakukan secara tertulis. Pada umumnya, perjanjian bagi hasil dibagi 50:50, 60:40. Tapi perjanjian bagi hasil yang terjadi di Desa Jarin dibagi 60:40, bagian 60% untuk pemilik tanah dan 40% untuk penggarap tanah. Namun pada prakteknya, pembagian hasil keuntungan tanaman jagung yang dilakukan penggarap tanah tidak sesuai dengan kesepakatan awal, dimana pemilik mendapatkan bagian 40% dari penggarap. Dalam hal ini, penggarap bertindak tidak berlaku adil terhadap lawannya yakni pemilik tanah, dan dapat dikatakan bahwa penggarap tanah telah mengambil keuntungan dalam kerjasama tersebut. Cara pembagian hasil keuntungan dalam kerjasama yang terjadi di Desa Jarin bertentangan dengan hukum Islam, karena merugikan salah satu pihak.
Tidak tersedia versi lain