Text
PROBLEMATIKA PRAKTIK GADAI SEPEDA MOTOR DI DESA BUNTEN BARAT KECAMATAN KETAPANG KABUPATEN SAMPANG
Mawaddah, 2018, Problematika Praktik Gadai Sepeda Motor di Desa Bunten Barat Kecamatan Ketapang Kabupaten Sampang, skripsi, Program Studi Hukum Ekonomi Syari’ah. Jurusan Syari’ah, STAIN Pamekasan, Pembimbing: Dr. Erie Harianto, M.H.
Kata Kunci: Gadai, Sepeda Motor, Pemotongan Hutang
Gadai sepeda motor kerap kali menjadi alternatif dalam mengatasi masalah keuangan bagi masyarakat di Desa Bunten Barat. Gadai yang dilakukan di Desa tersebut ialah menerapkan sistem pemotongan hutang, yaitu sebelum hutang diberikan kepada Rahin, hutang tersebut dipotong terlebih dahulu sehingga hutang yang diterima oleh Rahin jumlahnya tidak sebanyak yang disebutkan dalam akad, namun di akhir akad Rahin harus mengembalikan hutang dengan jumlah yang sama seperti sebelum adanya pemotongan. Dengan demikian terdapat penambahan jumlah hutang yang harus ia bayarkan kepada Murtahin. Menurut peneliti dalam praktik gadai sepeda motor ini ada pihak yang diuntungkan, sementara dilain pihak merasa dirugikan.
Berdasarkan hal tersebut maka ada dua permasalahan yang menjadi kajian pokok dalam penelitian ini, yaitu; pertama, bagaimana praktik gadai sepeda motor di Desa Bunten Barat Kecamatan Ketapang Kabupaten Sampang; kedua, bagaimana pandangan hukum Islam terhadap praktik gadai sepeda motor di Desa Bunten Barat Kecamatan Ketapang Kabupaten Sampang
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis diskriptif. Sumber data diperoleh dengan cara wawancara, observasi dan dokumentasi. Jenis wawancara yang digunakan ialah wawancara semi terstruktur. Sedangkan jenis observasinya ialah obervasi non-partisipan. Informannya adalah Murtahin, Rahin, tokoh agama setempat dan masyarakat yang mengetahui mengenai praktik gadai tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: pertama, praktik gadai sepeda motor yang dilakukan di Desa Bunten Barat menggunakan sistem pemotongan hutang (Marhun Bih) di awal transaksi, yaitu sebelum hutang (Marhun Bih) tersebut diserahkan kepada penggadai (rahin), jumlah potongan hutang tersebut ditentukan secara sepihak oleh Murtahin tanpa persetujuan Rahin sebelumnya, sedangkan jika Marhun (barang jaminan) tersebut nantinya hendak ditebus oleh Rahin, maka Rahin tetap harus menebusnya dengan jumlah uang yang utuh, yaitu sesuai kesepakatan awal sebelum adanya pemotongan. Hal-hal yang dijadikan patokan dalam jumlah pemotongan ialah jumlah hutang yang diberikan serta jangka waktu pelunasan. Kedua, penerapan praktik gadai sepeda motor tersebut bertentangan dengan ajaran Islam serta tidak sesuai dengan Fatwa DSN No.25/DSN-MUI/III/2003 tentang Rahn. Sebab teridentifikasi adanya praktik Riba Qard dalam pelaksanaannya melalui bertambahnya jumlah hutang yang harus dikembalikan, riba tersebut juga terkandung dalam 2 (dua) patokan murtahin dalam menentukan jumlah potongan.
Tidak tersedia versi lain