Text
EKSISTENSI KUASA INSIDENTIL SEBAGAI WAKIL DI PENGADILAN AGAMA PAMEKASAN
ABSTRAK
Khotimatus Saadah, 2017, “EKSISTENSI KUASA INSIDENTIL SEBAGAI WAKIL DI PENGADILAN AGAMA PAMEKASAN” Skripsi Program Studi AHS, Jurusan Syari’ah, Pembimbing: Dr. Hj. Eka Susylawati, S.H, M.Hum
Kata Kunci: Kuasa Insidentil, Pertimbangan Ketuan Pengadilan.
Masalah yang dikaji dalam Penelitian ini meliputi dua fokus yakni sebagai berikut; pertama, bagaimana eksistensi Kuasa Insidentil dalam mewakili para pihak di Pengadilan Agama Pamekasan? Kedua, apa yang menjadi dasar pertimbangan Ketua Pengadilan Agama Pamekasan dalam menerima permohonan menjadi Kuasa Insidentil?
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang diarahkan pada pendekatan deskriptif, yaitu penelitian yang diambil dari perspektif subjektif dari berbagai jenis subjek yang ditemui. Metode ini digunakan untuk mencari fakta pada satu kelompok, suatu objek, atau pola kondisi pada suatu kondisi tertentu yang kemudian di gambarkan dan dianalisis dengan analisis yang tepat. Sumber data diperoleh dari wawancara dan dokumentasi. Kemudian, yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah para hakim Pengadilan Agama Pamekasan, para staff kepaniteraan PA Pamekasan, Advokat dan pihak yang tengah beracara di persidangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Pertama, Kuasa Insidentil, baik dilingkungan Peradilan Agama Pamekasan, ataupun diluar lingkunganPA Pamekasan masih kurang di kenal oleh masyarakat. Peraturan tentang Kuasa Insidentil itu sendiri masih dirasa kurang, terlebih dari segi batasan bagi Kuasa Insidentil. Batasan bagi Kuasa Insidentil terdapat dalam Surat Edaran TUADILTUM MARI No. MA/Kumdil/8810/IX/1987 yang menjelaskan bahwa Kuasa Insidentil hanya terbatas pada orang tua kandung, anak kandung yang belum menikah, dan suami/istri bukan bekas suami ataupun bekas istri. Akantetapi, dalam praktek dilapangan, seperti di Pengadilan Agama Pamekasan, pemahaman mengenai batasan bagi Kuasa Insidentil masih menimbulkan perbedaan. Diantaranya, bahwa batasan tersebut hanya sampai pada derajat ketiga dengan ketentuan, satu derat keatas yaitu orang tua kandung, satu derajat kebawah yaitu anak kandung yang belum berkeluarga, satu derajat kesamping yaitu saudara. Pendapat yang lain menyatakan bahwa, selama pemberi kuasa dan penerima kuasa memiliki hubungan kekeluargaan dan pertalian darah, bahkan hingga batas sepupu ataupun duapupu, maka boleh menjadi Kuasa Insidentil. Perbedaan penafsiran tersebut berimbas pada kepastian hukumnya, karena pada dasarnya poin pertama yang menjadi dasar pertimbangan Ketua Pengadilan dalam menerima permohonan menjadi Kuasa Insidentil adalah batasan-batasan tersebut.Kedua, terdapat dua poin penting yang menjadi dasar pertimbangan Ketua Pengadilan Agama Pamekasan dalam menerima permohonan menjadi Kuasa Insidentil, yaitu subjek hukum penerima kuasa dan terpenuhinya prosedur yang berlaku.
Tidak tersedia versi lain