Text
Status Keperdataan Anak Zina menurut Hukum Islam dan Undang-Undang Perlindungan Anak
ABSTRAK
Moh. Syukron. Maulidi, 2017, Status Keperdataan Anak Zina menurut Hukum Islam dan Undang-Undang Perlindungan Anak, Skripsi, Program Studi Al Ahwal Al Syakhsiyah, Jurusan Syariah, STAIN Pamekasan, Pembimbing : Dr. Umi Supraptiningsih. SH. M.Hum.
Kata Kunci : Keperdataan, Anak Zina, Hukum Islam, Undang-Undang Perlindungan Anak
Anak merupakan anugerah yang Allah berikan kepada setiap pasangan suami-isteri. Namun, kelahiran seorang anak tidak semuanya diharapkan, seperti anak hasil perzinaan. Dalam hukum Islam anak zina tidak memiliki nasab dengan ayahnya sehingga hak-hak anak tidak dapat terpenuhi. Hal ini disebabkan oleh undang-undang yang ada yaitu, Pasal 43 UUP No.1 Tahun 1974 dan Pasal 100 KHI dinilai terdapat unsur diskriminasi terhadap perempuan dan anak sehingga tidak sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab.
Berdasarkan hal tersebut, maka dua permasalahan yang menjadi pokok dalam penelitian ini, yaitu : pertama, bagaimana pandangan hukum islam terhadap status anak zina. Dan yang kedua, bagaimana status anak zina ini menurut Undang-Undang Perlindungan Anak.
Penelitian ini menggunakan pendekatan pustaka dengan jenis deskriptif. Sumber data yang diperoleh melalui pencarian pustaka, membaca dan memahami pustaka dan menyeleksi pustaka yang akan digunakan. Pustaka yang dicari peneliti berupa jurnal ilmiah, buku, skripsi dan teori-teori yang berhubungan dengan penelitian ini.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa : terdapat tiga macam kelahiran anak yaitu : melalui perkawinan yang sah, anak luar perkawinan, dan hasil perzinaan. Ketiga status kelahiran anak tersebut jelas berbeda sehingga status hukumnyapun juga berbeda. Pertama, dalam hukum islam anak zina tidak bisa dinasabkan oleh ayah yang menzinai meskipun secara biologis berasal dari benih laki-laki yang menzinai ibunya. Alasan mereka bahwa nasab itu merupakan karunia dan nikmat, sedangkan perzinahan itu merupakan tindak pidana (jarimah) yang sama sekali tidak mendapatkan balasan nikmat. Kedua, menurut Pasal 43 UUP No.1 Tahun 1974 dan Pasal 100 KHI anak luar kawin hanya dinasabkan kepada ibu dan keluarga ibunya. Namun, hasil judicial review atas Pasal 43 UUP No.1 Tahun 1974 berupa putusan MK No.46/PUU-VIII/2010, menyatakan “Anak luar kawin dapat dinasabkan kepada ayahnya dan keluarga ayahnya selama dapat dibuktikan dengan ilmu pengetahuan dan tekhnologi”. Adanya perbedaan 2 pandangan hukum ini menyebabkan ketidak pastian, maka dari itu undang-undang Perlindungan Anak dapat memberikan solusi dan dapat menjadi payung hukum bagi anak yang terlahir di luar kawin maupun anak yang terlahir dari hasil perzinaan.
Tidak tersedia versi lain