Text
REKONSTRUKSI KONSEPSI HAK IJBAR DALAM ISLAM (Studi Analisis Pendapat Imam as-Syafi’i Tentang Konsepsi Hak Ijbar Wali Dalam Pernikahan)
Holis Hendri, 2013, Rekonstruksi Konsepsi Hak Ijbar Dalam Islam (Studi Analisis Pendapat Imam as-Syafi’i Tentang Konsepsi Hak Ijbar Wali Dalam Pernikahan), Skripsi, Program Studi Hukum Perdata Islam, Jurusan Syari’ah, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Pamekasan, Pembimbing, Dr. Ainurrahman Hidayat, SS., M.Hum.
Kata Kunci: Rekonstruksi, Hak Ijbar, as-Syafi’i
Persoalan hak ijbar menjadi masalah yang sangat rumit dan kompleks karena di satu pihak konsep ini memiliki pijakan hukum dari fiqh, dan di lain pihak selain tidak selaras dengan tuntutan demokratisasi yang menjadi spirit dasar agama Islam, konsep ijbar bertentangan dengan prinsip asas suka-rela dan prinsip kemerdekaan yang sangat ditekankan oleh agama Islam itu sendiri, yaitu kebebasan memilih pasangan hidup.
Ada dua pokok permasalahan yang menjadi inti dalam kajian ini adalah: Pertama, Bagaimana pendapat Imam Syafi’i tentang hak ijbar wali dalam pernikahan? Kedua, Bagaimana metode istinbath hukum Imam Syafi’i tentang hak ijbar wali dalam pernikahan?
Untuk mengetahui lebih jauh dari beberapa persoalan di atas, penulis menggunakan metode hermeneutika-filsafati, yaitu deskripsi, interpretasi dan refleksi sebagai pendukung dalam menganalisis data. Ada dua tahapan dalam menganalisis data, yaitu: Pertama, pada saat pengumpulan data. Cara analisis yang dipakai adalah verstehen dan interpretasi. Kedua, analisis data pasca pengumulan data. Cara analisis yang digunakan adalah reduksi dan display data. Analisis data pasca pengumpulan data dimaksudkan dalam rangka menemukan jawaban mendasar tentang persoalan-persoalan yang menjadi inti kajian dalam skripsi ini.
Hasil dari penelitian (kajian) ini adalah: Pertama, Menurut Syafi’i, bagi seorang gadis, baik yang sudah dewasa atau belum, yang lebih berhak atas diri mereka adalah wali mereka. Bahkan seorang ayah atau kakek berhak memaksa menikahkan mereka walau dengan laki-laki yang tidak menjadi pilihan anak gadis tersebut. Hal ini menunjukkan, persetujuan orang tua mutlak harus ada dalam sebuah pernikahan. Kedua, Mengenai metode istinbath hukum Syafi’i, berada dalam posisi "tengah-tengah". Syafi’i begitu teguh dalam berpegang pada Al-Qur'an dan sunnah dan pada saat yang sama memandang penting penggunaan rasio dan ijtihad. Bagi Syafi’i, makna yang diambil dari hadits adalah makna dzahir. Apabila suatu lafaz ihtimal (mengandung makna lain), maka makna dzahir lebih diutamakan. Dalam kaitannya dengan peran wali dalam pernikahan, khususnya mengenai hak ijbar wali dalam versi Syafi'i, salah satu pijakan dasar beliau dalam melakukan metode istinbath hukum yaitu al-Qur'an Surat al-Baqarah Ayat 232 dan hadits nabi yang datangnya dari Abu Hurairah sebagaimana termaktub dalam kitab Al-Umm, Al-Muhadzdzab Fi al-Fiqhi as-Syafi’e, dan Subulussalam al Muwashsholat ila Bulughil Maram.
Tidak tersedia versi lain