Text
TRADISI MENGKHITBAH ANAK DALAM KANDUNGAN DI DESA KLAMPAR KECAMATAN PROPPO KABUPATEN PAMEKASAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
ABSTRAK
Sitti Sulaihah, 2013, Tradisi mengkhitbahkan anak dalam kandungan di desa Klampar Kecamatan Proppo Kabupaten Pamekasan. Skiripsi, Program study AHS, Jurusan Syari’ah, Pembimbing : Dra. Hj. Siti Musawwamah, M. Hum.
Kata Kunci : Tradisi, Mengkhitbahkan Anak dalam Kandungan
Tradisi merupakan suatu adat yang dilakukan mulai dari nenek moyang dan diteruskan pada generasi kegenerasi berikutnya. Sedangkan pengkhitbahan merupakan langkah utama dalam menjalin hubungan yang akan berlangsung pada pernikahan. Dan uniknya tradisi pengkhitbahan tersebut dilakukan mulai sejak anak berada dalam kandungan sebagaimana pengkhitbahan ini dilaksanakan oleh masyarakat Klampar Kecamatan Proppo Kabupaten Pamekasan.
Berdasarkan hal tersebut maka ada tiga pokok permasalahan yang dipaparkan dalam penelitian ini, yaitu : pertama, apa yang melatar belakangi tradisi mengkhitbahkan anak dalam kandungan di desa Klampar Kecamatan Proppo Kabupaten Pamekasan; kedua, bagaimana tata cara pelaksanaan tradisi mengkhitbahkan anak dalam kandungan di desa Klampar Kecamatan Proppo Kabupaten Pamekasan; ketiga, bagaimana mengkhitbahkan anak dalam kandungan di desa Klampar Kecamatan Proppo Kabupaten Pamekasan dalam Perspektif Hukum Islam.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan jenis penelitian fenomenologi. Sumber data diperoleh melalui Wawancara, Observasi dan Dokumentasi. Adapun yang menjadi informan dari penelitian ini adalah masyarakat desa Klampar yang pernah melaksanakan tradisi pengkhitbahan dalam kandungan dan pihak yang dikhitbahkan.
Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa : pertama, latar belakang tradisi pengkhitbahan anak dalam kandungan yaitu mempertahankan nasab dan meneruskan tradisi yang dipelopori oleh Raden. K. Ibnu Aji bin puju’ Aji Irma dari desa Bangkes. Kedua, tata cara pelaksanaan tradisi pengkhitbahan dilakukan ketika bayi masih dalam kandungan, jika yang lahir berjenis perempuan maka khitbah akan dipertegas untuk dilaksanakan. Adapun yang melaksanakan pengkhitbahan tersebut adalah kakek atau orang tua. Anak mengetahui dengan sendirinya tanpa pemberitahuan dari orang tua langsung, Pengkhitbahan tersebut lebih menekankan pada anak perempuan. Pemberian cincin atau pesangon dan lain sebagainya ditentukan sesuai kadar kemampuan dari keluarga dan ketentuan pernikahan ditentutan oleh orang tua. Biasanya perempuan yang akan dinikahkan berumur 15 tahun lebih dan laki-laki 20 tahun lebih. Anak laki-laki masih ditanyakan kesiapannya untuk dinikahkan oleh orang yang diberi wewenang orang tuanya sedangkan perempuan tidak ditanyakan. Ketiga, tradisi tersebut kalau ditinjau dari hukum Islam, maka hal tersebut kurang selaras dengan yang dianjurkan Islam, terutama dalam memilih pasangan hidup. Karena masyarakat desa Klampar dalam memilihkan pasangan bagi putra putrinya lebih menekankan pada nasab dan juga dalam memaknai nasab tersebut kurang sesuai dengan ajaran Islam, karena hanya memaknai kata nasab dengan satu jalur nasab. Padahal Islam memaknai dengan makna jama’ bukan mufradh. Sewaktu khitbah berlangsung, kedua belah pihak belum mengetahui satu sama lain, Islam menganjurkan melihat calon yang akan dikhitbah untuk melanggengkan suatu hubungan dan Islam melarang adanya kawin paksa atau ketidak relaan dari kedua belah pihak.
Tidak tersedia versi lain