Text
Hak Ijbar Wali Dalam Menikahkan Anak Gadis Perspektif Filsafat Hukum Islam Dan Relevansinya Dengan Konteks Kekinian.
Kata kunci: Hak Ijbar, Gadis, Filsafat Hukum Islam
Dalam konteks hak ijbar ini, perempuan yang kedudukannya sebagai
seorang anak menjadi pihak yang paling dirugikan. Hal itu dikarenakan hak-hak
mereka sebagai seorang perempuan sekaligus sebagai seorang anak gadis dalam
memilih pasangan hidupnya telah dilanggar. Hal ini dapat dibuktikan dengan
masih adanya praktik perkawinan dengan hak ijbar, masyarakat seringkali tutup
mata dan menganggap hal tersebut wajar-wajar saja padahal praktik perkawinan
paksa tersebut bertentangan dengan hak pribadi perempuan. Terdapat isu penting
yang sering timbul dan menjadi bahan perbincangan dalam masyarakat ialah
bidang kuasa wali atau dalam Fiqh disebut hak Ijbar, wacana lain yang juga
berkembang dalam masyarakat adalah wali mujbir dimaknai sebagai orang tua
yang memaksa anaknya untuk menikah dengan pilihan orang tua.
Dalam penelitian ini ada dua fokus penelitian, yaitu: bagaimana tujuan
syariat yang terkandung di dalam hak ijbar wali dalam menikahkan anak
gadisnya?, bagaimana relevansi hak ijbar wali dalam menikahkan anak gadisnya
dengan konteks kekinian dalam perspektif filsafat hukum islam?.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif, dengan
menggunakan pendekatan konseptual dan pendekatan filsafat guna menelaah
secara mendalam mengenai makna dari konsep ijbar. Penelitian ini merupakan
penelitian pustaka. Data dikumpulkan dengan cara mengutip dan menganalisis
literatur yang mebahas tentang hak ijbar wali dalam menikahkan anak gadis
perspektif filsafat hukum islam dan relevansinya dengan konteks kekinian
kemudian menyimpulkannya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Dalam menetapkan hak ijbar
syariat Islam bertujuan untuk menjaga manusia dari ketidakjelasan nasab,
sehingga dengan pernikahan terjamin terpeliharanya nasab. Dengan demikian
eksistensi manusia tetap terjaga; (2) Hak ijbar secara filsafat hukum islam
hakikatnya merupakan bentuk pemeliharaan harkat dan martabat manusia.
Kematangan emosi anak diperlukan dalam menjalani pernikahan, oleh karena itu
pernikahan harus dengan persetujuannya. Secara prinsip dalam undang-undang
tidak mengakui hak ijbar, sehingga hak ijbar tidak relevan lagi pada masa
sekarang.
Tidak tersedia versi lain