Text
Doa-doa Nabi Nuh terhadap Orang Kafir dalam Al-Qur’an: Perspektif Sintaksis Stilistika
Kata Kunci: Doa Nabi Nuh, Orang Kafir, Sintaksis, Stilistika.
Doa Nabi Nuh berbeda dengan doa para nabi yang lain. Ditinjau dari segi
kebahasaan, doa Nabi Nuh terhadap orang kafir dominan mengandung aspek sintaksis,
sehingga mengungkapkan relasi dan makna yang utuh. Penelitian ini menjawab,
terdapat dua pokok pembahasan, yaitu: (1) Apa saja ayat-ayat doa Nabi Nuh terhadap
orang kafir dalam Al-Qur‟an? (2) Bagaimana perspektif sintaksis stilistika terhadap
ayat-ayat tentang doa-doa Nabi Nuh terhadap orang kafir dalam Al-Qur‟an?
Penelitian ini menggunakan pendekatan stilistika, terutama dalam aspek
sintaksis, karena berfungsi mengungkapkan makna secara utuh pada ayat-ayat tentang
doa-doa Nabi Nuh terhadap orang kafir. Penelitiaan ini tergolong dalam jenis penelitian
pustaka yang berusaha meneliti pengertian yang mendalam tentang suatu gejala, fakta
atau realita. Metode dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi yang berusaha
mencari data-data yang ada dalam buku-buku atau jurnal.
Hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Doa Nabi Nuh tersebar pada
surah yang berbeda-beda yaitu QS. Nūḥ (71): 24 dan 26, QS. Asy-Syu„arā‟ (26): 118,
dan QS. Hūd (11): 45, dan (2) Doa-doa Nabi Nuh terhadap orang kafir dalam ranah
sintaksis dominan menggunakan aspek kata kerja, aspek kata benda, dan aspek
imperatif. Pemilihan aspek-aspek tersebut berimplikasi atau mengalami penyimpangan
kaidah (deviasi), yaitu (a) aspek kata kerja menunjukkan makna kata yang tidak
bermakna lagi bermakna lampau, tetapi bermakna sedang dan yang akan datang,
seperti lafal ا
َ َضلْا
ا menjelaskan bahwa mahluk Allah yang tidak beriman (orang kafir)
selalu menyesatkan manusia sejak dulu dan terus menerus pada masa yang akan
datang; (b) Aspek kata benda berimplikasi penyebutan secara umum tanpa dikehendaki
adanya spesifikasi tertentu atau sebaliknya, seperti lafaz ك يرررْ ِث” banyak orang”
melingkupi semua perbedaan lapisan masyarakat secara umum baik secara vertikal dan
horizontal tanpa menkhususkan pada sekelompok tertentu; dan (c) Aspek kalimat
imperatif tidak lagi menunjukan perintah yang berupa larangan atau keharusan, tetapi
menunjukkan pada suatu permintaan karena kalimat perintah tersebut berasal dari
penutur yang lebih rendah kepada penutur yang lebih tinggi, seperti Nabi Nuh
diposisikan sebagai penutur yang lebih rendah kepada penutur yang lebih tinggi yaitu
Allah untuk menambahkan kesesatan bagi orang-orang kafir
Tidak tersedia versi lain