Text
“pelaksanaan hak ijbar bagi seorang gadis perespektif hokum islam dan undang-undang perkawinan no.1 tahun 1974 (studi terhadap tradisi di kalangan pesantren di kecematan palengaan kabupaten pamekasan)”
Kata Kunci: Pelaksanaan, hak ijbar, gadis pesantren
Penelitian ini dilatar belakangi oleh beberapa problem bagi gadis kalangan
santri kecamatan palengaan tentang beberapa hal yang terjadi setelah
melaksanakan nikah secara ijbar dimana seorang gadis tersebut harus
meninggalkan jenjang yang itu semua sangat disayangkan oleh para gadis
kalangan pesantren .
Fokus penelitiannya, yaitu: (1)bagaimana tradisi hak ijbar bagi seorang
wali dari seorang gadis di kalangan pesantren kecamatan palengaan?, (2) kenapa
tradisi hak ijbar bagi wali dari seorang gadis terjadi di kalangan pesantren?, (3)
bagaimanakah pandangan hokum islam tentang hak ijbar wali dan persetujuan
perempuan? 4. Bagaimana komparasi hokum islam (fiqh) dengan undang undang
no. 1 tahun 1974 berkaitan dengan hak ijbar?
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan jenis penelitian hukum
empiris. Adapun tekhnik pengumpulan datanya melalui wawancara, observasi dan
dokumentasi yang di peroleh dari data primer dan data sekunder. Kemudian di
analisis melalui reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau
verifikasi yaitu data yang di peroleh kemudian di kumpulkan, di rangkum secara
deskriptif dan sistematis dan di analisis dengan teori Hukum Islam(Maqasyid
Syariah) yaitu untuk menemukan suatu hukum pada peristiwa baru.
Dari hasil penelitian yang di peroleh oleh peneliti di lapangan, penulis
menyimpulkan bahwa, pertama Mereka paham bahwa dalam islam melaksanakn
hak ijbar bagi seorang gadis kalangan pesantren di kecamatan palengaan adalah
menjadi tradisi yang sama sekali tidak menabrak syari’at islam dan juga tidak
meresahkan masyarakat justru mereka meyakini dengan begitu maka tujuan hidup
dan keselamatan kekhormatan anak gadisnya akan lebih mudah.kedua dan apa
yang mereka msyarakat kecamatan palengaan lakukan dalam ijbar tersebut adalah
hasil runding atau musyawarah antara sesepuh bahkan dengan pengasuh pesantren
dimana gadis perempuanya mondok. Ketiga, Dalam hukum islam melaksanakan
hak ijbar bagi wali mujbir itu hukumya boleh sebagaimana dijelaskan oleh Hadis
Rasululllah SAW tentang kewajiban wali untuk meminta idzin kepada anaknya
yang tsayib/janda sementara tidak perlu minta idzin kepada yang bikr/perwan,
serta pendapat Ulama’ Syafi’iyah yang menegaskan pula bahwa boleh
melaksanakan hak ijbar dengan syarat (1) Jika tidak terdapat permusuhan yangnyata antara kedua pihak anak dan walinya. Seumpama ada potensi permusuhan
namun tidak nampak nyata, maka potensi tersebut tidak dapat menggugurkan hak
wali mujbir. (2) Apabila tidak ada permusuhan antara Si anak dengan bakal
suaminya yang bersifat kekal dan secara dhahir dan secara bathin bisa diketahui
oleh orang hidup di sekelilingnya. Semisal si anak hendak dinikahkan dengan
orang yang dibencinya atau orang yang menghendaki keburukan dengannya,
maka pernikahan tersebut tidak sah.( 3) Apabila calon suami sekufu. (4) Apabila
calon mempelai adalah orang yang mampu memberinya mahar. Keempat syarat
ini merupakan syarat wajib bagi sahnya akad pernikahan. Jika terjadi kekosongan
salah satu dari keempatnya, maka batallah akad pernikahan itu apabila ia tidak
dimintai izin dan menyatakan ridla dengannya. (5) Jika menikahkan sang anak
dengan mahar mitsil, (6) jika mahar mitsil tersebut terdiri atas barang berharga
negara, (7) apabila mahar tersebut dibayar tunai. Tiga syarat yang terakhir adalah
syarat untuk bolehnya wali mengakadkan. Dengan demikian, ia tidak boleh
melangsungkan akad pernikahan tersebut sama sekali kecuali bila nyata bahwa
ketiga syarat ini terpenuhi. Dan bila ia memaksa tetap melakukannya, maka ia
berdosa, meskipun akadnya tetap sah.
Tidak tersedia versi lain