Text
Strategi Penyelesaian Konflik Pernikahan Pada Keluarga Penyandang Kusta di Masyarakat Desa Ketapang Laok Kecamatan Ketapang Kabupaten Sampang
Kata Kunci: Strategi Penyelesaian Konflik, Konflik Pernikahan, Penyandang
Kusta, Stigma Masyarakat.
Kehidupan laksana sarana yang dipentaskan dalam telenovela. Begitu pun
dengan kehidupan manusia ketika berinteraksi maupun bersosialisasi dengan
orang lain, terdapat hal-hal yang harus dipertimbangkan dengan kondisi yang ada,
guna mencegah kesalahpahaman, mencegah konflik yang sekiranya terjadi.
Pertimbangan sebagai bentuk tindakan dan pemahaman terhadap perilaku dan
pola hidup orang lain. Manusia sebagai social organism konflik merupakan
keniscayaan bagi mereka, terutama dalam masalah pernikahan.
Konflik dalam kehidupan rumah tangga, baik pra-nikah, preode pernikahan
atau pasca pernikahan pasti dilatar belakangi banyak hal, salah satunya 'asyabiyah
atau fanatisme. Dari setiap latar belakang konflik tentu akan berakibat pada cara
penyelesaiannya, ada yang memproses dengan lumping it (pembiaran), avoidance
(pengelakan), mediation (mediasi), coercion (paksaan atau kekerasan),
negotiation (negosiasi), arbitrase (pemasrahan penuh kepada pihak ketiga),
adjudication (peradilan). Dari dua fokus ini (latar belakang konflik dan proses
penyelesaiannya), maka peneliti menetapkan judul pada penelitian ini dengan
"Strategi Penyelesaian Konflik Pernikahan pada Keluarga Penyandang Kusta
di Masyarakat Desa Ketapang Laok, Kecamatan Ketapang, Kabupaten
Sampang".
Metode dalam penelitian ini adalah hukum empiris dengan memakai
pendekatan kualitatif jenis etnografis dan analisis fenomenologi di mana
mempertimbangkan segala kemungkinan yang berkaitan dengan subjek penelitian,
mulai dari perilaku, persepsi, motivasi, kemudian tindakan baik itu secara holistik
maupun tutur. Dalam pengumpulan data dan informasi, selain melakukan
observasi dan wawancara, peneliti juga berinteraksi secara langsung. Hal lainnya
yang berkaitan dengan metode penelitian ini adalah empirisme peneliti terhadap
masyarakat.
Dalam penelitian ini rata-rata dari emik dilatar belakangi oleh alasan
keturunan penyandang kusta dan fanatisme, yang dikenal dalam teori Ibnu
Khaldūn dengan 'asyabiyah. Dari setiap konflik ada yang langsung pada proses
diadik (avoidance, coercion), otomatis akan mengalami eskalasi pada triadic atau
dispute, hanya satu orang dari sekian informan yang awalnya berada dalam proses
nomadic (lumping it). Dan karena ikatan sosial di masyarakat desa Ketapang Laok
masih sangat kental, maka dari kesemuanya pasti berakhir pada proses negotiation
(perundingan atau musyawarah), dan tidak ditemukan dari mereka berproses
dengan teori arbitrase, apalagi sampai pada adjudication (peradilan).
Tidak tersedia versi lain