Text
Konsep Waris Setara gender anara Laki-laki dan Perempuan Persepektif Husein Muhammad
Kata Kunci: Waris, Gender, Husein Muhammad.
Posisi perempuan selalu dimarginalkan, bahkan seringkali dikesempingkan dan dianggap
sebagai pelengkap kaum laki-laki yang hanya bertumpu dalam ranah domistik. Husein
Muhammad merupakan salah satu tokoh yang aktif dalam membela kaum perempuan. di antara
pembelaan Husein Muhammad terhadap perempuan adalah masalah kesetaraan pembagian
waris antara laki-laki dan perempuan, karena pembagian waris dua banding satu antara lakilaki dan perempuan sebagaimana dijelaskan secara rinci dalam Al-Quran menurut Husein
Muahammad dinilai sebagai ketentuan yang tidak adil. ‘
Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana konsep waris setara gender antara lakilaki dan perempuan persepektif Husein Muhammad. Bagaimana meodologi konsep waris
setara gender antara laki-laki dan perempuan persepektif Husein Muhammad.
Tesis ini menggunakan penelitian studi tokoh yaitu penelitian yang sumber utamanya
menggunakan wawancara dengan tokoh yang bersangkutan, buku, jurnal dan bahan
dokumenter lainnya. Dalam hal ini penulis mengumpulkan data priemer dari hasil wawancara
dan data sekunder yang membantu untuk menjawab permasalahan dalam koneks penelitian.
Dalam pembahasan tesis ini dapat disimpulkan bahwa waris setara gender antara laki-laki dan
perempuan menurut Husein Muhammad adalah adanya kesetaraan antara bagian waris lakilaki dan perempuan secara proporsional, demi terciptanya keadilan antarummat manusia.
Pembagian waris setara gender menurut Husein Muhammad hendaknya dibagi secara
proporsional, tanpa menguggulkan laki-laki ataupun perempuan. siapa saja yang memiliki
beban dan tanggung jawab yang lebih berat maka dia berhak mendapatkan bagian waris lebih
besar. Metodologi konsep waris setara gender persepektif Husein Muhammad menitiktekankan
terhadap penafsiran kontekstual, di mana Husein Muhammad memandang bahwa kultur
budaya perempuan arabia disaat komposisi waris 2:1 diturunkan masih memposisikan
perempuan sebagai makhluk domistik. Sedangkan kultur budaya perempuan saat sekarang ini
tidak memposisikan perempuan sebagai makhluk domistik saja melainkan juga sebagai
makhluk publik, sehingga dengan keikut sertaan kaum perempuan dalam ranah publik seperti
kegiatan ekonomi dan lai-lain tentu tidak adil bila bagian warisnya lebih sedikit daripada lakilaki. Karena mereka juga ikut memikul beban dan tanggung jawab yang sama.
Tidak tersedia versi lain