Text
TRADISI MASYARAKAT MADURA DALAM PRAKTIK AKAD MUZARA'AH DI DESA AENGDAKE KECAMATAN BLUTO KABUPATEN SUMENEP
ABSTRAK
Hevi Susilawati, 2020, Tradisi Masyarakat Madura dalam Praktik Akad Muzara’ah di
Desa Aengdake Kecamatan Bluto Kabupaten Sumenep, Skripsi, Program Studi
Ekonomi Syari’ah, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, IAIN Madura, Pembimbing :
Dr. H. Nashar, MM., M.Si
Kata Kunci : Tradisi Masyarakat, Akad Muzara’ah.
Mayoritas masyarakat di desa Aengdake berprofesi sebagai petani. Namun,
tidak semuanya memiliki lahan sendiri sehingga melakukan kerja sama antara pemilik
lahan dengan penggarap melalui akad muzara’ah dengan sistem bagi hasil (paroan).
Kegiatan muzara’ah ini sudah berlangsung sejak lama karena pemilik lahan tidak
mempunyai cukup waktu untuk mengelolanya sendiri. Pelaksanaan akad muzara’ah ini
dilakukan atas dasar kepercayaan dan kekeluargaan dan dilakukan secara lisan.
Permasalahan yang terjadi, untuk hal bibit, biaya dan pupuk mayoritas ditanggung oleh
penggarap. Muzara’ah adalah penyerahan tanah dari pemilik lahan kepada penggarap
untuk dikelola yang hasilnya dibagi sesuai dengan kesepakatan bersama.
Berdasarkan hal tersebut di atas, ada dua fokus penelitian yang menjadi kajian
utama, pertama, adalah seperti apakah tradisi masyarakat Madura dalam praktik akad
muzara’ah di desa Aengdake kecamatan Bluto kabupaten Sumenep. Kedua, untuk
mengetahui bagaimana tinjauan ekonomi Islam terhadap tradisi masyarakat Madura
dalam Praktik akad muzara’ah yang terjadi di desa Aengdake kecamatan Bluto
kabupaten Sumenep. Jenis penilitian yang digunakan adalah metode penelitian lapangan
(field research) yang disajikan secara deskriptif kualitatif. Sumber data diperoleh
melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Untuk objek penelitian yaitu nisbah
bagi hasil tanaman jagung dan kacang hijau dalam kerja sama muzara’ah di desa
Aengdake. Sedangkan informan yang diwawancarai adalah, kepala desa, pemilik lahan,
penggarap dan tokoh masyarakat.
Berdasarkan penelitian mengenai tradisi masyarakat Madura dalam praktik akad
muzara’ah yang telah peneliti lakukan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa tradisi
masyarakat Madura dalam praktik muzara’ah (paron) yang terjadi di Desa Aengdake
Kecamatan Bluto Kabupaten Sumenep tidak dilakukan sesuai dengan aturan syari’at
Islam, karena masyarakat Aengdake masih memakai aturan menurut adat kebiasaan
setempat yaitu tidak menentukan jangka waktu berlakunya akad muzara’ah, sehingga
memungkinkan ada salah satu pihak yang dirugikan. Dipandang dari perspektif
ekonomi Islam, akad muzara’ah yang dilaksanakan di Kelurahan Aengdake Kecamatan
Bluto Kabupaten Sumenep, kurang sesuai dengan asas ekonomi Islam. Hal ini
dikarenakan dari empat asas ekonomi Islam yang digunakan, yaitu asas keadilan, asas
suka rela, asas saling menguntungkan, dan asas saling tolong-menolong, terdapat asas
keadilan masih belum bisa dioperasionalkan secara baik di desa Aengdake ini. Adapun
untuk asas suka rela, asas saling menguntungkan dan asas tolong-menolong sudah
diterapkan secara baik oleh masyarakat Aengdake dalam aktivitas muzara’ah nya.
Tidak tersedia versi lain