Text
MAKNA SEMIOTIKA TARI TOPENG GHULUR DI DESA LARANGAN BARMA BATU PUTIH KABUPATEN SUMENEP
ABSTRAK
Siti Fatimah, 2020, Makna Semiotika Tari Topeng Ghulur di Desa Larangan Barma Batu Putih Kabupaten Sumenep, Skripsi, Program Studi Tadris Bahasa Indonesia, Fakultas Tarbiyah, Institut Agama Islam Negeri Madura, Pembimbing: Moh. Hafid Effendy M. Pd.
Kata Kunci: Makna, Semiotika, Tari Topeng Ghulur.
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kesenian tari topeng ghulur yang mulai tidak dipedulikan oleh pemuda yang ada di daerah Larangan Barma dikarenakan mereka lebih memilih untuk merantau. Sehingga mengakibatkan kesenian tersebut menjadi punah. Peneliti sebagai pemuda memiliki tanggung jawab, setidaknya dengan cara mengungkapkan bahwa tari topeng ghulur bukanlah tarian biasa yang hanya berfungsi sebagai sarana hiburan saja, melainkan dibalik tarian yang dipentaskan ada sesuatu yang ingin disampaiakan. Tentunya tentang makna kehidupan yang harus ditelaah kembali melalui sudut pandang yang berbeda.
Fokus dalam penelitian ini adalah (1) bagaimana wujud dari tari topeng ghulur di Desa Larangan Barma Batu Putih Kabupaten Sumenep. (2) Bagaimana makna semiotika tari topeng ghulur perspektif Roland Barthes. (3) Bagaimana keberadaan tari topeng ghulur di Desa Larangan Barma Batu Putih Kabupaten Sumenep. Penelitian ini dibatasi pada kostum, sesajen, alat musik, gerakan dan lokasi.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan jenis penelitian etnografi realis, dikarenakan untuk mengungkap makna dalam kesenian tari topeng ghulur yang mana peneliti berusaha memperoleh data menurut sudut pandang orang ketiga. Makna yang dimaksud dalam penelitian ini adalah makna denotasi, konotasi dan mitos. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini melalui beberapa prosedur berupa wawancara tak berstruktur dan dokumentasi. Sedangkan sumber datanya berupa catatan tentang tari topeng ghulur beserta foto-foto saat pementasan dan narasumber yang terdiri dari dalang tari topeng ghulur, tokoh budayawan Batu Putih serta masyarakat Desa Larangan Barma. Analisis data dalam penelitian ini terdiri dari domain, taksonomi, komponensial dan tema kultural. Pengecekan datanya berupa keterlibatan berkepanjangan, ketekunan pengamatan dan triangulasi.
Berdasarkan data di lapangan dapat disimpulkan bahwa (1) wujud dari tari topeng ghulur dari segi kostum ada celana panji, odheng, sampir, gelang, topeng, kalung, rambut palsu dan sabuk. Dari segi gerakan ada berdiri, duduk dan ghulur. Dari sesajen ada buah-buahan dan kue. Selanjutnya alat musik ada kentongan, kendhang, bonang, saron, gong, kenong, gambang dan siteran. Terakhir mengenai lokasi, pementasannya dimana saja asal tempat itu memiliki ukuran yang luas. (2) Sedangkan makna semiotika tari topeng ghulur perspektif Roland Barthes, secara denotasi hanya sebuah tarian biasa yang umunya dimaknai sebagai hiburan semata. Makna konotasinya adalah tentang bagaimana menghargai bumi sebagai tempat manusia hidup dan mengarungi kehidupan sekaligus bagaimana bersyukur atas segala nikmat-Nya. Menjadi mitos karena ada sesajen yang melengkapi tarian itu yang mereka anggap sebagai persembahan dan pemujaan kepada Buto Grotek -sosok dari penggambaran topeng- yang dipercaya bisa mengusir hama sehingga hasil bumi masyarakat berlimpah. (3) Mengenai keberadaan tari topeng ghulur masih ada dalang atau penerusnya, keturunan kelima yaitu cicitnya yang bernama Juni. Namun, saat ini tarian ini tidak lagi dipentaskan hanya sebatas wawancara saja.
Tidak tersedia versi lain