Text
BHÂKAL GHÂNTHONG DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (Studi Kasus Pada Masyarakat Desa Potoan Daya Kecamatan Palengaan Kabupaten Pamekasan)
Syaiful Bahri 2016, Bhâkal Ghânthong Dalam Perspektif Hukum Islam Studi Kasus Pada Masyarakat Desa Potoan Daya Palengaan Pamekasan, Strata 1, Skripsi, Syari’ah, Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Pamekasan, Pembimbing: Mohammad Ali Al Humaidy, M.SI
Kata Kunci : Bhâkal Ghânthong Dalam Perspektif Hukum Islam.
Syariat Islam menghendaki pelaksanaan pranikah (peminangan) untuk menyingkap kecintaan kedua pasangan manusia yang akan mengadakan transaksi nikah, agar dapat membagun keluarga yang didasarkan pada kecintaan yang mendalam. Dari keluarga inilah muncul masyarakat yang baik yang dapat melaksanakan syariat Allah dan sendi-sendi ajaran agama Islam yang lurus. Pertunangan mempunyai karakteristik hanya berjanji akan menikah semata. Masing-masing calon pasangan hendaknya mengembalikan perjanjian ini di dasarkan pada pilihannya sendiri karena mereka menggunakan haknya sendiri secara murni, tidak ada hak intervensi orang lain, meskipun wanita terpinang telah menerima berbagai hadiah dari peminang, atau telah menerima hadiah yang berharga sekalipun, semua itu tidak menggeser status janji semata dan dilakukan karena tuntutan maslahat.
Ada tiga fokus permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini yaitu: Pertama, fenomena Bhâkal Ghânthong di Desa Potoan Daya Palengaan Pamekasan, Kedua, Bagaimana dampak Bhâkal Ghânthong di Desa Potoan Daya Palengaan Pamekasan, Ketiga, Bagaimana pandangan hukum Islam tentang Bhâkal Ghânthong di Desa Potoan Daya Palengaan Pamekasan.
Dalam penelitian ini digunakan pendekatan kualitatif, dengan menggunkan dua teknik pengumpulan data yaitu melaksanakan wawancara terstruktur, dan observasi non partisipan.
Adapun hasil penelitian ini adalah bahwa Tradisi Bhâkal Ghânthong berdampak terhadap rusaknya pertunangan karena pihak laki-laki tidak memberikan kepastian waktu untuk dinikahi, diakibatkan pihak laki-laki masih belum siap untuk menikah, dan masih belum mempunyai biaya untuk melangsungkan pernikahan. Bhâkal Ghânthong yang terjadi di Desa Potoan Daya dilakukan oleh orang tua tanpa sepengetahuan kedua belah pihak, dan waktu atau proses pertunangan dilakukan pada usia dini atau dibawah umur. Dari kejadian ini, maka menimbulkan dua dampak, yang pertama dampak positif kedua dampak negatif. Positifnya karena bisa menjalin atau mempererat ikatan silaturrahim antara kedua belah pihak, negatifnya pihak perempuan tidak mau menikah karena merasa tidak sesuai dengan tunangannya, seringkali pihak perempuan merasa tidak sabar menunggu waktu yang terlalu lama,seringkali pihak laki-laki tidak sanggup memberikan nafkah khitbah kepada pihak perempuan, dan berdampak gugurnya pertunangan dan putusnya silaturrahim antara kedua belah pihak serta menimbulkan problem permusuhan antara persaudaran. Hukum Islam menyikapi hal ini menghukumi haram, karena lebih cenderung terhadap kemafsadatan daripada kemaslahatan yang menimbulkan putusnya silaturrahim, menimbulkan problem permusuhan antara persaudaran. Didalam Al-Quran Allah berfirman:انما المؤمن اخوة فاصلحوا بين اخويكم واتقوالله لعلكم ترحمون yang Artinya: “Sesungguhnya mukmin itu bersaudara maka perbaikilah diantara saudara-saudaramu dan takutlah kepada Allah agar kalian dikasihani”. Nabi SAW bersabda: المسلم من سلم المسلمون من لسانه ويديه Artinya: “Orang muslim adalah seseorang menyelamatkan orang muslim lainnya dari lisan dan kedua tangannya.” Maka dari sinilah timbul asas Qowaid Fiqh yang berbunyi: دفع المفاسد مقدم على جلب المصاليح Artinya: “Menolak kerusakan harus didahulukan daripada melakukan kebaikan”.
Tidak tersedia versi lain