Text
Fenomena Kelalaian dalam Pemberian Nafkah Iddah (Studi Kasus Di Desa Jarin Kecamatan Pademawu Kabupaten Pamekasan)
ABSTRAK
Ali Wafa, 2016, Fenomena Kelalaian dalam Pemberian Nafkah Iddah (Studi
Kasus Di Desa Jarin Kecamatan Pademawu Kabupaten
Pamekasan), Jurusan Syari’ah, Program Studi Akhwal AlSyakhshiyyah, Pembimbing: Erie Hariyanto S.H, M.H
Kata kunci : Fenomena, Kelalaian, Pemberian, Nafkah, Iddah
Perceraian adalah putusnya perkawinan antara laki-laki dan
perempuan, perceraian dalam islam merupakan alternatif sebagai pintu
darurat manakala bahtera hidup rumah tangga tidak dapat diselamatkan lagi
keutuhannya dan kesinambungannya. Sekalipun perceraian diperbolehkan
dalam islam bukan berarti tidak memiliki kewajiban pasca perceraian, karena
apabila perkawinan putus ada konsekuensi hukum yang harus diperhatikan
oleh keduanya yaitu menjalankan kewajibannya dalam masa iddah. Bagi
perempuan yang berada dalam masa iddah dilarang keluar rumah, pakai
wewangian, menikah dengan laki-laki lain, dan dilarang menerima pinangan
laki-laki asing, dan bagi mantan suami memiliki tanggungjawab memberikan
nafkah iddah tempat tinggal bagi mantan istrinya yang masih ada dalam masa
iddah, namun yang terjadi dimasyarakat Desa Jarin kewajibannya dalam
iddah sering kali tidak diperhatiakan oleh para mantan suami, dari hasil
pengamatan dan wawancara yang dilakukan peneliti hampir 90% mantan
suami cendrung melalaikan kewajibanya dalam pemberian nafkah iddah
sehingga berimplikasi pada perempuannya juga melalaikan kewajibannya
pada masa iddah.
Berdasarkan konteks di atas, maka ada dua fokus sebagai fokus
penelitian, diantaranya adalah pertama, Apa yang menjadi faktor sehingga
suami melalaikan kewajibannya dalam pemberian nafkah iddah cerai talak di
Desa Jarin; kedua, bagaimana dampak kelalaian memberikan nafkah iddah
cerai talak di Desa Jarin. Ketiga, bagaimana pandangan ulama fiqih terhadap
hak dan kewajiban suami istri pada masa iddah cerai talak di Desa Jarin .
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif
deskriptif dengan jenis penelitian fenomenologi, yang dalam hal ini
menggunakan tiga teknik pengumpulan data yaitu, pertama. teknik observasi,
langakh ini langkah awal yang dilakukan peneliti, guna mendapatkan data
awal yang masih bersifat masih sementara. Kedua teknik wawancara, langkah
ini adalah langkat selanjutnya untuk menggali data yang diperoleh dari hasil
observasi, guna mendapatkan data yang akurat dan dapat dipertanggung
jawabkan. ketiga teknik dokumentasi. teknik ini bagi peneliti sebagai data
penunjang, untuk memperkuat keaslian data yang diperoleh dari observasi
dan wawancara.
Dari hasil penelitian yang dilakukan peneliti, menunjukkan bahwa
kelalaian mantan suami dalam pemberian nafkah di Desa Jarin Kecamatan
Pademawu Kabupaten Pamekasan disebabkan oleh beberapa faktor
antaralain, faktor kesengajaan, pengetahuan, ekonomi, dihalangi oleh
keluarganya, dan waktu dipersidangan, dari sekian faktor sehingga suami
melalaiakan kewajibannya pada masa iddah, oleh sebab itu persoalan iddah di
Desa Jarin cukup rumit, karena sebagian besar masyarakat melalaikan
kewajibannya. Selain mantan suami yang memiliki kewajiban mantan istri
juga memiliki kewajiban pada masa iddah, seperti tidak boleh keluar selama
masa iddah, tidak boleh menerima pinangan orang lain, tidak boleh menikah
dengan laki-laki lain selama masa iddahnya belum selesai, namun yang
terjadi dimasyarakat Desa Jarin perempuan keluar rumah sebelum masa
iddahnya selesai, hal ini sudah menjadi kebiasaan dalam masyarakat Desa
Jarin, tetapi dengan alasan yang logis, keluar rumah untuk mencari nafkah,
untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya, karena suaminya tidak
memberikan nafkah iddah yang sudah menjadi hak dari mantan istrinya yang
masih dalam masa iddah. Dari sini sudah jelas bahwa kelalaian mantan suami
juga berdampak pada mantan istrinya juga melalaikan kewajibanya pada
masa iddah. Menurut Imam Abu Hanifah kewajiban nafkah ini sebenarnya
mengikuti kewajiban istri untuk melakukan iddah selama tiga kali suci
dirumah dimana ia bertempat tinggal. Dalam masa iddah mantan suaminya
memiliki kewajiban nafkah iddah kepada mantan istrinya.
Menurut Imam Abu Hanifah nafkah iddah apabila tidak dibayar,
dianggap sebagai hutang yang resmi sejak hari jatuhnya talak, tanpa
bergantung pada adanya kesepakatan atau tidak adanya putusan pengadilan.
Seluruh ulama sepakat bahwa perempuan yang berada pada iddah talak raj’i
masih berhak mendapatkan tempat tinggal dan nafkah dari mantan suaminya.
Imam Syafi,i juga sepakat bahwa wanita yang berada pada iddah talak raj’i
dan talak ba’in yang hamil berhak mendapatkan nafkah dari suaminya.
Sedangkan saran dari peneliti agar Fenomena ini bisa diatasi, peneliti
menyarankan agar ada kontrol dari pada tokoh agama, ataupun dari kepala
Desa, dan Adanya penyuluhan atau sosialisasi dari lembaga yang berwenang
dalam hal ini adalah KUA, yang menangani masalah pernikahan lebih khusus
lagi pada lembaga peradilan yang memiliki kewenangan dibidang perceraian
mungkin hal ini merupakan langkah preventif untuk merubah kebiasaan lama
masyarakat.
Tidak tersedia versi lain